Sektor jasa berada di peringkat terbesar kedua (39%
dari PDB) dalam struktur ekonomi Indonesia dan bertumbuh paling pesat selama
kurun waktu 2004-2012 yaitu sebesar 7,8% bahkan melebihi rata-rata pertumbuhan
ekonomi 5,8%. Laporan ADB "Asia's
Economic Transformation: Where to, How, and How Fast?" menunjukkan
bahwa sektor jasa Indonesia menyerap tenaga kerja paling besar terutama melalui
sektor perdagangan. Selama periode 1995-2009 sektor pertanian dan industri
mengalami penurunan share tenaga
kerja (masing2 turun 7.4% dan 1.5%) sedangkan share tenaga kerja sektor jasa justru mengalami peningkatan
sebesar 8.3%.
Namun demikian, kinerja sektor jasa pada neraca
pembayaran menunjukkan bahwa kinerja neraca jasa selalu mengalami defisit
selama bertahun-tahun, bahkan dengan kecenderungan membesar. Defisit neraca
jasa-jasa terus mengalami peningkatan yaitu dari US$8,8 milliar tahun 2004
menjadi US$10,8 miliar tahun 2012 (Tabel 1).
Dari 11 jenis jasa tersebut, jasa transportasi
merupakan penyumbang defisit neraca jasa terbesar yang mencerminkan rata-rata
64% dari defisit tersebut selama periode tahun 2004-2012. Tiga jenis jasa yang
mengalami defisit terbesar adalah jasa transportasi, asuransi, serta royalti
dan lisensi.
Tabel 1: Defisit Neraca Jasa-Jasa (US$ miliar) Tahun 2004-2012
Pos Neraca Jasa
|
2004
|
2005
|
2006
|
2007
|
2008
|
2009
|
2010
|
2011
|
2012
|
|
Total Neraca Jasa
|
-8.8
|
-9.1
|
-9.9
|
-11.8
|
-13.0
|
-9.7
|
-9.3
|
-10.6
|
-10.8
|
|
A. Transportasi
|
-3.2
|
-4.6
|
-6.1
|
-7.3
|
-11.1
|
-4.1
|
-6.0
|
-8.7
|
-9.1
|
|
a. Penumpang
|
-0.6
|
-0.6
|
-1.0
|
-1.2
|
-2.5
|
-1.1
|
-1.4
|
-1.4
|
-1.6
|
|
b. Barang
|
-2.9
|
-4.3
|
-5.1
|
-6.1
|
-8.7
|
-3.2
|
-4.8
|
-7.5
|
-7.6
|
|
c. Lainnya
|
0.4
|
0.3
|
0.1
|
0.0
|
0.1
|
0.3
|
0.2
|
0.1
|
0.0
|
|
B. Perjalanan
|
1.3
|
0.9
|
0.4
|
0.4
|
1.8
|
0.3
|
0.6
|
1.7
|
1.6
|
|
C. Komunikasi
|
0.5
|
0.5
|
0.5
|
0.7
|
0.3
|
0.6
|
0.6
|
0.6
|
0.4
|
|
D. Konstruksi
|
-0.2
|
-0.2
|
-0.5
|
-0.3
|
-0.1
|
-0.2
|
-0.1
|
0.1
|
0.2
|
|
E. Asuransi
|
-0.3
|
-0.3
|
-0.4
|
-0.6
|
-0.7
|
-1.3
|
-1.1
|
-1.3
|
-1.1
|
|
F. Keuangan
|
-0.3
|
-0.2
|
-0.2
|
-0.1
|
0.0
|
-0.2
|
-0.1
|
-0.2
|
-0.3
|
|
G. Komputer dan
Informasi
|
-0.3
|
-0.4
|
-0.5
|
-0.5
|
-0.5
|
-0.5
|
-0.5
|
-0.5
|
-0.5
|
|
H. Royalti &
Imbalan Lisensi
|
-0.8
|
-0.7
|
-0.9
|
-1.1
|
-1.3
|
-1.5
|
-1.6
|
-1.7
|
-1.7
|
|
I. Bisnis
Lainnya
|
-5.3
|
-4.1
|
-2.5
|
-3.2
|
-1.6
|
-3.0
|
-1.1
|
-0.7
|
-0.1
|
|
J. Personal,
Kultural & Rekreasi
|
-0.1
|
-0.1
|
-0.1
|
-0.1
|
0.0
|
-0.1
|
0.0
|
-0.1
|
-0.1
|
|
K. Jasa
Pemerintah
|
0.1
|
0.1
|
0.2
|
0.2
|
0.3
|
0.3
|
0.1
|
0.0
|
0.0
|
Defisit jasa transportasi umumnya disebabkan oleh pembayaran
freight kepada pelayaran asing untuk
kegiatan ekspor dan impor serta penduduk yang ke luar negeri melalui maskapai yang
banyak menyewa pesawat dari luar negeri. Di dalam jasa transportasi terdapat
jasa angkutan barang (freight) yang
terkait dengan aktivitas perdagangan internasional sehingga jika kegiatan
ekspor-impor semakin meningkat maka defisit neraca jasa juga akan meningkat
karena kegiatan ekspor-impor lebih banyak menggunakan maskapai pelayaran asing.
Potensi risiko akan semakin tinggi pada defisit neraca jasa jika tarif freight
juga mengalami peningkatan.
Hal ini dikarenakan kegiatan ekspor-impor memerlukan
alat transportasi khusus untuk mengangkut komoditas tertentu (seperti LNG) yang
selain belum dapat dipenuhi kapal nasional juga kapal nasional masih belum bisa
bersaing dengan kapal asing karena kapal akan kembali dalam keadaan kosong
setelah selesai melakukan pengangkutan sehingga biaya per unit akan menjadi
lebih mahal.
Peningkatan defisit pada jasa transportasi angkut
barang (freight) setiap tahunnya
antara lain disebabkan oleh masih dikuasainya pelayaran oleh kapal asing. Statistik
Perhubungan menunjukkan bahwa pada tahun 2012, kapal berbendara asing menguasai
73% jumlah kapal dan 91% daya angkut (DWT). Kapal berbendara Indonesia hanya
menguasai kapal-kapal dengan daya angkut yang relatif kecil. Kapal asing juga
masih menguasai 90% muatan ekspor dan impor, sedangkan kapal berbendara
nasional baru mencapai 10%.
Defisit pada jasa asuransi disebabkan karena jumlah
premi yang dibayarkan ke luar negeri jauh lebih besar dibandingkan dengan premi
yang masuk ke dalam negeri karena ekspansi asuransi asing ke Indonesia dan
kegiatan di sektor perdagangan & transportasi yang banyak menggunakan
asuransi asing. Premi tersebut
didominasi oleh jenis asuransi umum/asuransi kerugian yang mempunyai
karakteristik yang unik yaitu suatu perusahaan asuransi tidak dapat berdiri
sendiri dan selalu memerlukan dukungan (back-up) dari perusahaan asuransi
lainnya (reasuransi). Oleh karena karakteristik tersebut, perusahaan asuransi
di Indonesia masih tergantung pada perusahaan reasuransi asing. Faktor-faktor
yang menyebabkan antara lain:
a.
Retensi (kemampuan menyerap) perusahaan tergantung modal
sendiri (masalah permodalan). Persyaratan ekuitas bagi perusahaan asuransi
Indonesia masih rendah, sehingga retensi juga masih rendah;
b.
Pada 2012 hanya ada empat perusahaan reasuransi lokal,
yaitu PT. Maskapai Reasuransi Indonesia Tbk. (Marein), PT. Reasuransi Nasional
Indonesia (Nas Re), PT. Tugu Reasuransi Indonesia (Tugu Re), dan PT. Reasuransi
Internasional Indonesia (ReINDO) dimana retensi keempat perusahaan reasuransi
tersebut masih sangat terbatas;
c.
Perusahaan asuransi Indonesia ‘dimudahkan’ untuk menggunakan
perusahaan reasuransi asing yang hanya mensyaratkan perusahaan asuransi untuk
setidaknya menggunakan satu perusahaan reasuransi local.
Demikian pula defisit yang terjadi secara terus
menerus pada jasa royalti & lisensi yang meningkat dari US$0,8 miliar
(2004) menjadi US$1,7 miliar (2012) karena peningkatan setoran royalti &
lisensi ke kantor pusat di luar negeri dari kegiatan waralaba asing di Indonesia.
Sementara itu, ada tiga jasa yang mencatat surplus
pada neraca jasa-jasa yaitu jasa perjalanan (travel), jasa komunikasi, dan jasa pemerintah. Surplus jasa
perjalanan bersumber dari wisatawan asing yang berkunjung ke Indonesia. Jumlah
wisatawan asing ini dipengaruhi oleh kondisi perekonomian negara asal mereka
dan kondisi keamanan di Indonesia. Jumlah pelawat yang berkunjung ke Indonesia
(wisman/inbound traveler) terus
mengalami kenaikan dengan pertumbuhan 25%. Sedangkan, jumlah pelawat ke luar negeri
(wisnas/outbound traveler) tumbuh
lebih tinggi 29%. Kenaikan jumlah wisnas yang diikuti dengan peningkatan
pengeluaran jasa perjalanan menyebabkan surplus jasa perjalanan turun.
Untuk mengurangi defisit neraca jasa yang semakin
melebar adalah dengan mengurangi arus keluar jasa melalui peningkatan daya
saing sektor jasa. Terkait dengan jasa asuransi adalah perlunya aturan tentang
retensi yang dapat mengurangi kebutuhan reasuransi ke perusahaan asuransi
asing.
No comments:
Post a Comment