Thursday, March 10, 2016

ANALYSIS OF THE BALANCE OF TRADE IN SERVICES

Bismillaah,

Sektor jasa berada di peringkat terbesar kedua (39% dari PDB) dalam struktur ekonomi Indonesia dan bertumbuh paling pesat selama kurun waktu 2004-2012 yaitu sebesar 7,8% bahkan melebihi rata-rata pertumbuhan ekonomi 5,8%. Laporan ADB "Asia's Economic Transformation: Where to, How, and How Fast?" menunjukkan bahwa sektor jasa Indonesia menyerap tenaga kerja paling besar terutama melalui sektor perdagangan. Selama periode 1995-2009 sektor pertanian dan industri mengalami penurunan share tenaga kerja (masing2 turun 7.4% dan 1.5%) sedangkan share tenaga kerja sektor jasa justru mengalami peningkatan sebesar  8.3%.
Namun demikian, kinerja sektor jasa pada neraca pembayaran menunjukkan bahwa kinerja neraca jasa selalu mengalami defisit selama bertahun-tahun, bahkan dengan kecenderungan membesar. Defisit neraca jasa-jasa terus mengalami peningkatan yaitu dari US$8,8 milliar tahun 2004 menjadi US$10,8 miliar tahun 2012 (Tabel 1).
Dari 11 jenis jasa tersebut, jasa transportasi merupakan penyumbang defisit neraca jasa terbesar yang mencerminkan rata-rata 64% dari defisit tersebut selama periode tahun 2004-2012. Tiga jenis jasa yang mengalami defisit terbesar adalah jasa transportasi, asuransi, serta royalti dan lisensi.
Tabel 1: Defisit Neraca Jasa-Jasa (US$ miliar) Tahun 2004-2012
Pos Neraca Jasa
2004
2005
2006
2007
2008
2009
2010
2011
2012
Total Neraca Jasa
-8.8
-9.1
-9.9
-11.8
-13.0
-9.7
-9.3
-10.6
-10.8
A. Transportasi
-3.2
-4.6
-6.1
-7.3
-11.1
-4.1
-6.0
-8.7
-9.1

a. Penumpang
-0.6
-0.6
-1.0
-1.2
-2.5
-1.1
-1.4
-1.4
-1.6

b. Barang
-2.9
-4.3
-5.1
-6.1
-8.7
-3.2
-4.8
-7.5
-7.6

c. Lainnya
0.4
0.3
0.1
0.0
0.1
0.3
0.2
0.1
0.0
B. Perjalanan
1.3
0.9
0.4
0.4
1.8
0.3
0.6
1.7
1.6
C. Komunikasi
0.5
0.5
0.5
0.7
0.3
0.6
0.6
0.6
0.4
D. Konstruksi
-0.2
-0.2
-0.5
-0.3
-0.1
-0.2
-0.1
0.1
0.2
E. Asuransi
-0.3
-0.3
-0.4
-0.6
-0.7
-1.3
-1.1
-1.3
-1.1
F. Keuangan
-0.3
-0.2
-0.2
-0.1
0.0
-0.2
-0.1
-0.2
-0.3
G. Komputer dan Informasi
-0.3
-0.4
-0.5
-0.5
-0.5
-0.5
-0.5
-0.5
-0.5
H. Royalti & Imbalan Lisensi
-0.8
-0.7
-0.9
-1.1
-1.3
-1.5
-1.6
-1.7
-1.7
I. Bisnis Lainnya
-5.3
-4.1
-2.5
-3.2
-1.6
-3.0
-1.1
-0.7
-0.1
J. Personal, Kultural & Rekreasi
-0.1
-0.1
-0.1
-0.1
0.0
-0.1
0.0
-0.1
-0.1
K. Jasa Pemerintah
0.1
0.1
0.2
0.2
0.3
0.3
0.1
0.0
0.0

Defisit jasa transportasi umumnya disebabkan oleh pembayaran freight kepada pelayaran asing untuk kegiatan ekspor dan impor serta penduduk yang ke luar negeri melalui maskapai yang banyak menyewa pesawat dari luar negeri. Di dalam jasa transportasi terdapat jasa angkutan barang (freight) yang terkait dengan aktivitas perdagangan internasional sehingga jika kegiatan ekspor-impor semakin meningkat maka defisit neraca jasa juga akan meningkat karena kegiatan ekspor-impor lebih banyak menggunakan maskapai pelayaran asing. Potensi risiko akan semakin tinggi pada defisit neraca jasa jika tarif freight juga mengalami peningkatan.
Hal ini dikarenakan kegiatan ekspor-impor memerlukan alat transportasi khusus untuk mengangkut komoditas tertentu (seperti LNG) yang selain belum dapat dipenuhi kapal nasional juga kapal nasional masih belum bisa bersaing dengan kapal asing karena kapal akan kembali dalam keadaan kosong setelah selesai melakukan pengangkutan sehingga biaya per unit akan menjadi lebih mahal.
Peningkatan defisit pada jasa transportasi angkut barang (freight) setiap tahunnya antara lain disebabkan oleh masih dikuasainya pelayaran oleh kapal asing. Statistik Perhubungan menunjukkan bahwa pada tahun 2012, kapal berbendara asing menguasai 73% jumlah kapal dan 91% daya angkut (DWT). Kapal berbendara Indonesia hanya menguasai kapal-kapal dengan daya angkut yang relatif kecil. Kapal asing juga masih menguasai 90% muatan ekspor dan impor, sedangkan kapal berbendara nasional baru mencapai 10%.
Defisit pada jasa asuransi disebabkan karena jumlah premi yang dibayarkan ke luar negeri jauh lebih besar dibandingkan dengan premi yang masuk ke dalam negeri karena ekspansi asuransi asing ke Indonesia dan kegiatan di sektor perdagangan & transportasi yang banyak menggunakan asuransi asing. Premi tersebut  didominasi oleh jenis asuransi umum/asuransi kerugian yang mempunyai karakteristik yang unik yaitu suatu perusahaan asuransi tidak dapat berdiri sendiri dan selalu memerlukan dukungan (back-up) dari perusahaan asuransi lainnya (reasuransi). Oleh karena karakteristik tersebut, perusahaan asuransi di Indonesia masih tergantung pada perusahaan reasuransi asing. Faktor-faktor yang menyebabkan antara lain:
a.      Retensi (kemampuan menyerap) perusahaan tergantung modal sendiri (masalah permodalan). Persyaratan ekuitas bagi perusahaan asuransi Indonesia masih rendah, sehingga retensi juga masih rendah;
b.      Pada 2012 hanya ada empat perusahaan reasuransi lokal, yaitu PT. Maskapai Reasuransi Indonesia Tbk. (Marein), PT. Reasuransi Nasional Indonesia (Nas Re), PT. Tugu Reasuransi Indonesia (Tugu Re), dan PT. Reasuransi Internasional Indonesia (ReINDO) dimana retensi keempat perusahaan reasuransi tersebut masih sangat terbatas;
c.      Perusahaan asuransi Indonesia ‘dimudahkan’ untuk menggunakan perusahaan reasuransi asing yang hanya mensyaratkan perusahaan asuransi untuk setidaknya menggunakan satu perusahaan reasuransi local.

Demikian pula defisit yang terjadi secara terus menerus pada jasa royalti & lisensi yang meningkat dari US$0,8 miliar (2004) menjadi US$1,7 miliar (2012) karena peningkatan setoran royalti & lisensi ke kantor pusat di luar negeri dari kegiatan waralaba asing di Indonesia.
Sementara itu, ada tiga jasa yang mencatat surplus pada neraca jasa-jasa yaitu jasa perjalanan (travel), jasa komunikasi, dan jasa pemerintah. Surplus jasa perjalanan bersumber dari wisatawan asing yang berkunjung ke Indonesia. Jumlah wisatawan asing ini dipengaruhi oleh kondisi perekonomian negara asal mereka dan kondisi keamanan di Indonesia. Jumlah pelawat yang berkunjung ke Indonesia (wisman/inbound traveler) terus mengalami kenaikan dengan pertumbuhan 25%. Sedangkan, jumlah pelawat ke luar negeri (wisnas/outbound traveler) tumbuh lebih tinggi 29%. Kenaikan jumlah wisnas yang diikuti dengan peningkatan pengeluaran jasa perjalanan menyebabkan surplus jasa perjalanan turun.
Untuk mengurangi defisit neraca jasa yang semakin melebar adalah dengan mengurangi arus keluar jasa melalui peningkatan daya saing sektor jasa. Terkait dengan jasa asuransi adalah perlunya aturan tentang retensi yang dapat mengurangi kebutuhan reasuransi ke perusahaan asuransi asing.

No comments: