Wednesday, March 9, 2016

FORECASTING MODEL FOR EXPORT AND IMPORT - VOLUME AND PRICE



Abstrak
Kinerja ekspor dan impor Indonesia selama periode 2000 – 2009 cenderung mengalami peningkatan walaupun sempat mengalami penurunan saat terjadi krisis ekonomi global 2008/2009. Proyeksi ekspor dan impor triwulanan berguna bagi bahan masukan dalam memproyeksi besaran Produk Domestik Bruto yang akan digunakan dalam penyusunan APBN. Proyeksi difokuskan kepada pertumbuhan (growth) volume dan harga baik ekspor maupun impor. Model ekonometrik yang dikembangkan menggunakan metode ordinary least square (OLS) dengan meregresikan variabel-variabel yang mempengaruhi volume dan harga—ekspor dan impor.
Kata kunci: Proyeksi, Ekspor, Impor, Perdagangan Luar Negeri, Penyesuaian Musiman.

1. PENDAHULUAN
1.1. Latar Belakang
Ekspor dan impor atau biasa dikenal sebagai perdagangan luar negeri menjadi semakin penting dalam rangka pemulihan dan percepatan pertumbuhan ekonomi Indonesia. Secara nominal perdagangan luar negeri terus bertambah yang mencerminkan rata-rata 60 persen dari produk domestik bruto. Hal ini menunjukkan perekonomian Indonesia semakin terbuka terhadap dinamika perekonomian global.
Perdagangan luar negeri dalam sistem ekonomi terbuka seperti Indonesia memberikan sumbangan besar bagi pertumbuhan ekonomi. Menurut Badan Pusat Statistik (BPS), selama periode 2000-2009 dimana ekonomi tumbuh cukup tinggi dengan rata-rata sebesar 5,1 persen, ekspor tumbuh rata-rata sebesar 8,0 persen sedangkan impor tumbuh sebesar 8,5 persen, sehingga ekspor neto tumbuh rata-rata sebesar 7,9 persen.
Kebutuhan proyeksi ekspor dan impor sangat penting sebagai masukan bagi penetapan asumsi pertumbuhan ekonomi dalam APBN.  Perhitungan PDB metode pengeluaran membutuhkan proyeksi angka ekspor dan impor yang akurat agar proyeksi pertumbuhan ekonomi yang dihasilkan bisa lebih akurat.
Angka proyeksi ekspor dan impor juga penting dalam memproyeksikan neraca pembayaran terutama neraca transaksi berjalan. Pos-pos yang membentuk neraca transaksi berjalan adalah neraca perdagangan barang, neraca jasa, neraca pendapatan, dan neraca transfer berjalan. Angka yang diperoleh dari proyeksi ekspor dan impor dapat menjadi masukan untuk pos-pos neraca perdagangan barang dan neraca jasa.
1.2. Perumusan Masalah
Proyeksi angka pertumbuhan PDB membutuhkan masukan angka proyeksi pertumbuhan ekspor dan impor yang akurat. Proyeksi yang akurat membutuhkan model ekonometrik ekspor dan impor. Model tersebut diharapkan bisa memberikan angka proyeksi ekspor dan impor secara triwulanan, baik volume (riil/harga konstan) maupun harga.
1.3. Tujuan Penelitian
Maksud dan tujuan penelitian ini adalah untuk
a.  mengetahui perkembangan ekspor dan impor yang mempengaruhi laju pertumbuhan ekonomi;
b.  mengidentifikasi faktor-faktor ekonomi yang mempengaruhi ekspor dan impor; dan
c.  membuat model ekonometrik yang dapat memberikan angka proyeksi pertumbuhan ekspor dan impor triwulan, baik volume maupun harga, secara akurat. Angka proyeksi pertumbuhan ekspor dan impor ini akan digunakan sebagai masukan bagi proyeksi pertumbuhan ekonomi (PDB).
1.4. Metodologi dan Data
Metodologi yang digunakan adalah pertama, memilah nilai ekspor dan impor menjadi dua komponen yaitu volume dan harga. Kemudian mengidentifikasikan variabel-variabel yang dapat mempengaruhi volume dan harga baik ekspor maupun impor. Setelah variabel-variabel tersebut diidentifikasikan, variabel-variabel tersebut harus dilakukan penyesuaian musiman karena data yang digunakan adalah data triwulanan sehingga faktor musiman sangat mempengaruhi karakter data. Tahap terakhir adalah konstruksi data agar dapat dilakukan analisa ekonometrika. Adapun sumber data berasal dari BPS, CEIC, Bloomberg, dan Bank Dunia. Untuk lebih lengkapnya dapat dilihat pada uraian di bawah ini.
1.4.1. Nilai, Harga, dan Volume
Nilai nominal ekspor dan impor dipengaruhi oleh volume dan harga yang dapat dinyatakan dalam persamaan berikut:
Nilai Ekspor = Volume Ekspor x Harga Ekspor........................................................(1)
Nilai Impor = Volume Impor x Harga Impor.............................................................(2)
Untuk mengetahui hubungan antara pertumbuhan nilai ekspor/impor dengan pertumbuhan volume ekspor/impor dan pertumbuhan harga ekspor/impor, kita ubah persamaan ini dalam bentuk logaritma sebagai berikut:
log (Nilai Ekspor) =log (Volume Ekspor x Harga Ekspor)......................................(4)
log (Nilai Impor) =log (Volume Impor x Harga Impor)...........................................(5)
Kemudian sesuai dengan hukum perkalian logaritma, persamaan (4) dan (5) disusun kembali menjadi:
log (Nilai Ekspor) =log (Volume Ekspor) + log ( Harga Ekspor)...........................(6)
log (Nilai Impor) =log (Volume Impor) + log (Harga Impor)................................(7)
Persamaan (6) dan (7) kita ubah kembali dengan membuat turunan pertama dari ke dua sisi persamaan terhadap waktu sehingga menjadi:
d log (Nilai Ekspor)/dt = d log (Volume Ekspor)/dt + d log (Harga Ekspor)/dt........(8)
d log (Nilai Impor)/dt = d log (Volume Impor)/dt + d log (Harga Impor)/dt.............(9)
Persaman (8) dan (9) menunjukkan persentase perubahan atau tingkat pertumbuhan, sehingga diperoleh persamaan berikut:[2]
% ∆(Nilai Ekspor) =% ∆( Volume Ekspor) + % ∆( Harga Ekspor).........................(10)
% ∆(Nilai Impor) =% ∆( Volume Impor) + % ∆( Harga Impor)..............................(11)
Sehingga pertumbuhan nilai ekspor/impor merupakan penjumlahan dari pertumbuhan volume ekspor/impor dengan pertumbuhan harga ekspor/impor. Misalkan diketahui pertumbuhan volume ekspor sebesar 5% dan pertumbuhan harga ekspor sekitar 6% maka pertumbuhan nilai ekspor diperkirakan sebesar 11%.
Berdasarkan pemikiran di atas, ada empat besaran yang harus diproyeksi yaitu:
  1. Pertumbuhan volume ekspor;
  2. Pertumbuhan harga ekspor;
  3. Pertumbuhan volume impor; dan
  4. Pertumbuhan harga impor.
Data volume dan harga ekspor/impor dapat diperoleh melalui data PDB. Keuntungan menggunakan data ekspor dan impor dari PDB adalah ekspor dan impor dapat dipecah menjadi: ekspor dan impor baik barang dan jasa serta ekspor dan impor menurut harga berlaku (nilai nominal) dan harga konstan (riil/volume). Keuntungan lainnya adalah kita bisa menentukan deflator harga tersirat (implict price deflator) dengan cara membagi harga berlaku dengan harga konstan. Sedangkan kerugiannya adalah data PDB hanya tersedia secara triwulanan sehingga kita tidak bisa memproyeksikan pertumbuhan volume dan harga ekspor/impor secara bulanan.
Berdasarkan tinjauan literatur, faktor-faktor yang dapat mempengaruhi volume dan harga ekspor/impor adalah:
  1. Volume ekspor
Volume ekspor dipengaruhi oleh permintaan dunia, volume perdagangan dunia, harga ekspor, nilai tukar (nominal, efektif nominal, dan efektif riil), dan rasio harga relatif (harga ekspor dibandingkan dengan inflasi negara mitra dagang). Variabel permintaan dunia adalah pertumbuhan PDB mitra dagang utama ekspor Indonesia;
  1. Harga ekspor
Faktor-faktor yang bisa mempengaruhi harga ekspor adalah harga komoditas utama ekspor, PDB negara mitra dagang ekspor, volume perdagangan dunia, inflasi negara mitra dagang ekspor, harga komoditas, inflasi domestik, dan nilai tukar (nominal, efektif nominal, dan efektif riil). Variable inflasi meliputi inflasi domestik dan inflasi dari negara mitra dagang utama ekspor Indonesia;
  1. Volume impor
Volume impor dipengaruhi oleh faktor-faktor seperti permintaan dalam negeri, PDB domestik, harga impor, volume ekspor, rasio harga relatif (harga impor dibandingkan terhadap inflasi domestik) dan nilai tukar (nominal, efektif nominal, dan efektif riil). Permintaan dalam negeri meliputi permintaan impor untuk memenuhi kebutuhan akan konsumsi, pengeluaran pemerintah dan investasi. Volume ekspor juga mempengaruhi volume impor dengan alasan bahwa pengusaha melakukan impor untuk diekspor; dan
  1. Harga impor
Harga impor pada umumnya dipengaruhi oleh faktor-faktor seperti harga komoditas, inflasi negara mitra dagang impor, domestik PDB, permintaan (investasi dan konsumsi) domestik dan nilai tukar (nominal, efektif nominal, dan efektif riil).

1.4.2. Penyesuaian Musiman[3]
Data runtut waktu (time series) adalah runtutan data kegiatan ekonomi  yang diperoleh dalam rentang waktu yang teratur. Data yang diperoleh secara bulanan atau triwulanan akan menimbulkan masalah daya banding karena data tersebut masih mengandung unsur musiman. Contoh pengaruh musiman adalah kenaikan harga/produksi minyak selama bulan September untuk mengantisipasi permintaan minyak yang tinggi pada musim dingin.
Pengaruh musiman sering cukup besar menutupi karakteristik lain data yang penting bagi analisa tren ekonomi. Misalkan, jika setiap bulan terdapat faktor musiman yang berbeda-beda terhadap tinggi atau rendahnya nilai maka akan sulit untuk mendeteksi arah umum dari data runtut waktu tersebut apakah naik, turun, berbalik arah, tidak ada perubahan, atau konsisten dengan indikator ekonomi yang lain. Oleh karena itu, pengaruh musiman ini harus dihilangkan dari data runtut waktu untuk mendapatkan faktor-faktor bukan musiman yang mempengaruhi data. Proses menghilangkan faktor musiman ini biasa disebut dengan penyesuaian musiman (seasonal adjustment)
Mekanisme penyesuaian musiman adalah dengan memisahkan empat komponen dari suatu data runtut waktu. Empat komponen tersebut adalah tren, siklus, musiman, dan komponen yang tidak teratur. Untuk melakukan proses penyesuaian musiman, kami menggunakan program perangkat lunak EViews yang telah memiliki fasilitas penyesuaian musiman seperti Sensus X12, X11, TRAMO/SEATS, dan metode rata-rata bergerak. Dengan bantuan program EViews, kita akan memperoleh dua variabel tambahan yaitu data runtut waktu yang telah dihilangkan faktor musimannya dan data yang berisi faktor musiman (seasonal factor). Jika data asli (original series) dibagi dengan faktor musiman akan diperoleh data yang disesuaikan secara musiman (seasonally adjusted series). Contoh, pada bulan Januari, data asli bernilai 100.000 dan faktor musiman adalah 0,80 maka nilai yang disesuaikan secara musiman adalah 100.000/0,8=125.000.
1.4.3. Konstruksi Data
Konstruksi data bertujuan untuk mengkompilasi dan mentransformasi variabel-variabel independen dan dependen agar dapat digunakan dalam regresi linear. Kontruksi data meliputi beberapa tahapan:
a.       Mengkompilasi data dari sumber data sekunder. Semua data indeks harus memiliki tahun dasar yang sama yaitu tahun 2000. Karena data yang diperlukan adalah data triwulanan maka beberapa data yang hanya tersedia tahunan seperti volume perdagangan dunia tidak dimasukkan dalam data konstruksi;
b.      Karena data triwulanan maka diperlukan penyesuaian musiman. Beberapa sudah dalam bentuk yang disesuaikan secara musiman sehingga tidak diperlukan penyesuaian lagi;
c.       Setelah data disesuaiakan secara musiman, data ditransformasikan dalam bentuk natural log atau ln(Xit) dengan tujuan untuk mengurangi tren sehingga data diharapkan lebih stasioner; dan
d.      Tahap terakhir konstruksi data adalah mencari pertumbuhan triwulanan dari data dalam bentuk natural log atau % = (ln(Xit) – ln(Xit-1))/ln(Xit-1). Data akhir inilah yang akan menjadi input untuk program EViews.
2. TINJAUAN PUSTAKA
2.1. Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Ekspor dan Impor
2.1.1. Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Ekspor
Teori Heckser-Ohlin berusaha menjelaskan faktor-faktor apa yang mendorong suatu negara melakukan perdagangan internasional. Teori ini menyatakan bahwa suatu negara melakukan perdagangan global dengan negara lain karena negara tersebut memiliki keunggulan komparatif. Negara tersebut akan mengekspor produk yang menggunakan faktor produksi yang melimpah dibandingkan negara lain. Negara berkembang akan mengekspor produk yang intensif tenaga kerja seperti tekstil sedangkan negara industri akan mengekspor produk yang intensif modal (Carbaugh 2008).
Hossain (2009) melakukan penelitian tentang perilaku permintaan ekspor di Indonesia dengan menggunakan data tahunan 1963-2005. Hasil pengujian menunjukkan bahwa terdapat hubungan jangka panjang antara ekspor riil, pendapatan (PDB riil) dunia, dan harga ekspor relatif.
Sugema (2005) membuat fungsi ekspor dengan memasukkan tiga variabel yang mempengaruhi ekspor riil. Ketiga variabel tersebut adalah nilai tukar riil, pendapatan dunia riil, dan kapasitas produksi ekspor. Fungsi ekspor ini menggabungkan fungsi permintaan ekspor (melalui pendapatan dunia riil) dan fungsi penawaran ekspor (melalui kapasitas produksi ekspor). Hasil penelitian menunjukkan bahwa depresiasi nilai tukar riil dapat meningkatkan ekspor riil.
Mervar (1994) menggunakan model konvensional untuk mengestimasi permintaan ekspor. Kuantitas ekspor dipengaruhi secara positif oleh pendapatan negara/wilayah pengimpor, secara negatif oleh harga ekspor Kroasia sebagai negara pengekspor, secara positif oleh harga barang substitusi di pasar dunia, dan secara positif oleh impor. Harga ekspor negara pengekspor dan harga barang substitusi di pasar dunia merupakan harga relatif yang diproksikan dengan indeks nilai tukar efektif riil. Hasilnya adalah hubungan positif antara nilai tukar efektif riil dan nilai ekspor.
Hauk (2008) mengestimasi elastisitas penawaran ekspor AS periode 1978-2001 dengan data panel. Variabel-variabel yang mempengaruhi kuantitas ekspor adalah harga rata-rata ekspor AS, harga rata-rata barang impor AS, deflator PDB negara mitra dagang AS, PDB riil negara mitra dagang AS, dan nilai tukar USD dengan nilai tukar negara mitra dagang AS. Hasil studi menunjukkan bahwa semua variabel tersebut mempengaruhi kuantitas ekspor secara signifikan dengan tanda sesuai harapan.
2.1.2. Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Impor
Dengan membuat dua persamaan regresi untuk menangani masalah endogeneity, Hauk (2008) mengestimasi elastisitas permintaan impor AS periode 1978-2001 dengan data panel. Harga barang domestik yang bersaing dengan barang impor, harga rata-rata barang impor, PDB deflator AS, dan PDB riil AS adalah variabel-variabel yang mempengaruhi kuantitas impor dimana hasil regresi menunjukkan semua variabel berpengaruh secara signifikan dan dengan tanda sesuai harapan.
Sugema (2005) mendefinisikan impor riil sebagai fungsi nilai tukar riil dan pendapatan domestik riil. Fungsi impor ini merupakan fungsi permintaan karena menggunakan asumsi negara kecil. Hasil menunjukkan bahwa kenaikan satu persen PDB riil akan menaikkan impor sebesar 1,2 persen dan satu persen depresiasi nilai tukar riil akan menyebabkan impor riil berkontraksi sebesar 1,9 persen.
Mervar (1994) mengestimasi fungsi permintaan kuantitas impor dengan menggunakan data bulanan dengan periode Januari 1990 sampai Desember 1993. Setelah memasukkan variable pendapatan domestik, harga barang substitusi, dan harga barang impor sebagai variabel penjelas; hasil regresi menunjukkan bahwa semua variabel secara signifikan mempengaruhi nilai impor.
3. ANALISA PROYEKSI EKSPOR DAN IMPOR
3.1. Kinerja Ekspor dan Impor Tahun 2000 – 2009
Perkembangan ekspor dan impor Indonesia selama periode 2000 – 2009 disajikan pada Gambar 1. Ekspor dan impor cenderung mengalami peningkatan. Pada triwulan I (Maret) 2000 ekspor barang dan jasa mencapai Rp112,7 triliun, yang terus meningkatkan hingga mencapai nilai tertinggi Rp384,5 triliun pada triwulan III (September) 2008. Memasuki krisis ekonomi global, ekspor barang & jasa Indonesia mengalami penurunan karena turunnya permintaan dari negara-negara yang merupakan mitra dagang utama Indonesia. Penurunan ini terus terjadi sampai triwulan I (Maret) 2009. Pembalikan tren mulai terjadi pada triwulan II (Juni) 2009 yang ditandai oleh mulai cairnya stimulus fiskal dari negara-negara tujuan ekspor yang terkena dampak krisis ekonomi global, sehingga nilai ekspor mencapai Rp381 triliun pada triwulan IV (Desember) 2009, mendekati nilai tertinggi sebelum krisis ekonomi global. Pola yang hampir sama juga terjadi pada impor barang dan jasa. Nilai impor mencapai puncaknya pada triwulan III 2008 sebesar Rp388,4 triliun. Pembalikan tren juga mulai terjadi triwulan II 2009. Akan tetapi nilai impor pada akhir 2009 (Rp324 triliun) masih di bawah nilai tertinggi sebelum krisis.
Gambar 1.  Nilai Ekspor dan Impor Barang & Jasa (Triwulanan, Rp triliun)
Sumber: CEIC
Fenomena perkembangan ekspor dan impor di atas dapat dijelaskan dengan memisahkan komponen nilai nominal ekspor dan impor menjadi volume serta harga ekspor dan impor. Volume ekspor dan impor pada Gambar 2 menunjukkan bahwa selama krisis ekonomi global, volume ekspor dan impor mengalami kontraksi sebesar masing-masing 21 persen dan 30 persen yaitu dari posisi tertinggi sebelum krisis pada triwulan II dan III 2008 ke posisi terendah selama krisis pada triwulan I 2009.
Gambar 2.  Volume Ekspor dan Impor Barang & Jasa (Riil, Triwulanan, Rp triliun)
Sumber: CEIC
Jika dilihat dari sisi harga (Gambar 3), justru harga tertinggi terjadi selama periode krisis yaitu untuk ekspor terjadi pada triwulan I 2009 dan impor pada triwulan IV 2008. Walaupun terjadi krisis ekonomi global yang ditandai oleh penurunan permintaan dunia (volume perdagangan dunia), harga ekspor dan impor selama periode krisis masih tinggi. Sisi harga juga bisa menjelaskan kenapa nilai impor pada akhir 2009 masih di bawah nilai tertinggi sebelum krisis sedangkan nilai ekspor mendekati nilai tertinggi sebelum krisis. Hal ini terjadi karena harga impor pada triwulan IV 2009 mengalami penurunan sedangkan harga ekspor justru malah mengalami kenaikan.
Gambar 3.  Harga Ekspor dan Impor Barang & Jasa (Triwulanan)
Sumber: CEIC

Adapun pertumbuhan triwulanan ekspor dan impor disajikan pada Gambar 4. Selama periode krisis, pertumbuhan ekspor mencapai nilai negatif selama tiga triwulan berturut-turut sejak triwulan III 2008 (-0,1 persen) sampai dengan triwulan I 2009 (-16,7 persen). Sementara itu, pada impor hanya terjadi dua triwulan yang pertumbuhannya negatif yaitu triwulan IV 2008 (-11,7 persen) dan triwulan I 2009 (-20,7 persen).
Gambar 4. Pertumbuhan Riil Triwulanan Ekspor dan Impor Barang & Jasa
Sumber: CEIC

3.2. Volume ekspor
Hasil regresi model volume ekspor adalah:[4]
XSA = -0.11 + 0.67MTGDP + 0.65MTPGDP(-1) + 0.82Q304
            (0.06)         (0.31)                  (0.31)                   (0.27)
                                      n = 36   R2 = .53
Dimana XSA adalah pertumbuhan volume ekspor yang disesuaikan secara musiman, MTPGDP adalah pertumbuhan indeks riil PDB mitra dagang utama, dan Q304 = variabel dummy untuk menangani tingkat pertumbuhan yang sangat tinggi pada triwulan ketiga 2004.
Regresi di atas menunjukkan bahwa pertumbuhan ekonomi negara mitra dagang cukup signifikan mempengaruhi volume ekspor. Variabel pertumbuhan ekonomi mitra dagang mencerminkan permintaan pasar dunia atas produk-produk Indonesia.
Model volume ekspor cukup memuaskan (Widarjono 2005) yang ditandai oleh F-statistik yang sangat signifikan, statistik Durbin-Watson yang lebih besar dari 2 dan variabel-variabel bebas mampu menjelaskan lebih dari 50 persen perubahan pada variabel dependen.
Untuk melakukan proyeksi volume ekspor, model ini cukup bagus yang ditunjukkan oleh indikator-indikator proyeksi yang bagus seperti root mean squared error yang kecil. Kalau kita bandingkan realisasi volume impor dengan proyeksinya, proyeksi sangat mendekati dengan realisasinya. Hal ini menunjukkan model dapat digunakan untuk melakukan proyeksi dengan tingkat akurasi yang tinggi.
3.3. Harga ekspor
Hasil regresi model harga ekspor adalah:
EPSA = -0.08 + 0.28CPI + 0.12EPI – 0.62NEER
              (0.11)      (0.19)        (0.02)         (0.06)
n = 36   R2 = .78
Dimana EPSA adalah pertumbuhan harga ekspor yang disesuaikan secara musiman, CPI adalah pertumbuhan indeks harga konsumen Indonesia, EPI adalah pertumbuhan indeks harga enerji (batu bara, gas alam, dan minyak mentah), dan NEER adalah pertumbuhan nilai tukar efektif nominal.
Berdasarkan hasil regresi di atas,  menunjukkan bahwa indeks harga energi dan nilai tukar nominal efektif secara statistik sangat signifikan menjelaskan harga ekspor. Tanda variabel nilai tukar nominal efektif (NEER) negatif yang menunjukkan bahwa depresiasi rupiah menyebabkan harga ekspor Indonesia menjadi lebih murah.
Model harga ekspor juga menunjukkan daya ramal yang cukup tinggi akurasinya yang ditunjukkan oleh beberapa indikator di bawah ini. Hasil proyeksi model harga ekspor bahkan bisa mendahului realisasinya seperti yang ditunjukkan grafik di bawah ini. Oleh karena itu, ini bisa digunakan sebagai leading indicator.
3.4. Volume impor
Hasil regresi dari model volume impor adalah:
MSA = -0.27 + 3.17GDP - 0.13REER + 1.11XSA
              (0.14)      (1.33)        (0.07)         (0.20)
n = 37   R2 = .58
Dimana MSA adalah pertumbuhan volume impor yang disesuaikan secara musiman, GDP adalah pertumbuhan PDB riil, REER adalah pertumbuhan nilai tukar efektif riil, dan XSA adalah pertumbuhan volume ekspor.

Hasil regresi di atas menunjukkan bahwa dua variabel penjelas cukup signifikan secara statistik mempengaruhi volume impor yaitu PDB Indonesia dan nilai tukar efektif riil. Tanda variabel REER negatif yang menunjukkan bahwa depresiasi rupiah akan menyebabkan barang impor menjadi mahal sehingga bisa berpengaruh negatif terhadap volume impor. Variabel volume ekspor sangat signifikan secara statistik dalam menjelaskan perubahan volume impor. Signifikansi ini menkonfirmasi dugaan kami bahwa sebagian besar impor Indonesia akan diproses lebih lanjut untuk dapat diekspor ke negara mitra dagang.
Model volume impor menunjukkan kemampuan memperkirakan yang sangat bagus terutama pada periode akhir observasi. Pada periode-periode akhir observasi, garis grafik antara realisasi dan proyeksi volume impor menyatu yang menunjukkan kuatnya daya proyeksi model ini.
3.5. Harga impor
Hasil regresi dari model harga impor adalah:
MPSA = -0.23 + 5.01MTPI + 0.76NER
               (0.15)      (1.08)           (0.13)         
n = 37   R2 = .59
Dimana MPSA adalah pertumbuhan harga impor, MTPI adalah pertumbuhan inflasi negara mitra dagang utama impor, dan NER adalah pertumbuhan nilai tukar nominal (Rp/US$).
Regresi atas model harga impor menunjukkan bahwa inflasi dari mitra dagang utama Indonesia dan nilai tukar nominal sangat signifikan secara statistik. Keduanya juga menunjukkan tanda positif, sesuai dengan yang diharapkan.
Indikator-indikator peramalan (forecasting) menunjukan bahwa model harga impor cukup bagus untuk digunakan sebagai alat untuk memperkirakan harga impor ke depan. Walaupun terdapat penyimpangan angka proyeksi pada periode paling akhir observasi, secara keseluruhan angka-angka proyeksi cukup mendekati dengan realisasinya.
3.6. Pengintegrasian Model
Untuk memperoleh proyeksi nilai nominal ekspor/impor dilakukan prosedur berikut ini:
Pertama adalah menghitung deflator harga implisit dengan cara mengalikan proyeksi angka pertumbuhan harga ekspor/impor dengan harga ekspor/impor periode sebelumnya. Formulanya adalah:
Harga ekspor/import = Harga ekspor/import-1 x (1+ Pert. harga ekspor/impor)
Kedua adalah menghitung volume ekspor/impor dengan mengalikan proyeksi angka pertumbuhan volume ekspor/impor dengan volume ekspor/impor periode sebelumnya, atau secara formula adalah:
Volume ekspor/import = Volume ekspor/import-1 x (1+ Pert. volume ekspor/impor)
Terakhir, untuk memperoleh nilai nominal ekspor/impor, deflator harga implisit dikalikan dengan nilai riil, yang dapat diringkas dalam bentuk formulasi matematika sebagai berikut:
Nominal ekspor/import = Harga ekspor/import x Volume ekspor/import
4. KESIMPULAN DAN REKOMENDASI
4.1. Kesimpulan
Berdasarkan uraian di atas, dapat disimpulkan bahwa nilai ekspor dan impor cenderung terus mengalami peningkatan walaupun terjadi penurunan selama krisis ekonomi global 2008/2009. Selama krisis ekonomi global, volume impor mengalami kontraksi lebih besar dibandingkan ekspor, masing-masing 30 persen dan 21 persen. Model proyeksi ekspor dan impor cukup memuaskan dimana variabel-variabel yang mempengaruhi volume dan harga baik ekspor maupun impor menunjukkan signifikansi secara statistik dengan tanda yang sesuai harapan. Hasil proyeksi dari model-model di atas juga cukup baik mengikuti pergerakan atau pola historis baik volume maupun harga ekspor dan impor. Oleh karena itu, model-model di atas dapat digunakan untuk memproyeksi ekspor dan impor baik dari sisi volume maupun harga. Angka yang menjadi masukan dalam proyeksi PDB adalah angka ekspor dan impor dalam volume atau angka riil. Sedangkan angka nominal (volume dikalikan dengan harga) dapat digunakan untuk memproyeksi neraca perdagangan untuk keperluan proyeksi neraca pembayaran.
4.2. Rekomendasi
Untuk studi yang akan datang, model-model di atas bisa dikembangkan untuk mengadopsi memisahkan komponen ekspor dan impor lebih lanjut. Misalkan memisahkan ekspor dan impor ke dalam ekspor dan impor baik barang maupun jasa, ke dalam migas dan non-migas, atau ke dalam per jenis komoditas. Pemisahan-pemisahan ini diperlukan untuk memenuhi permintaan atas proyeksi ekspor dan impor yang lebih detail, misal, untuk keperluan memproyeksi penerimaan perpajakan.



LAMPIRAN
1. Volume Ekspor
Dependent Variable: XSA


Method: Least Squares


Sample (adjusted): 2000Q3 2009Q2

Included observations: 36 after adjustments











Variable
Coefficient
Std. Error
t-Statistic
Prob.  










C
-0.107265
0.057708
-1.858744
0.0723
MTPGDP
0.673480
0.309077
2.179004
0.0368
MTPGDP(-1)
0.650533
0.307815
2.113390
0.0425
Q304
0.818981
0.265502
3.084644
0.0042










R-squared
0.526879
    Mean dependent var
0.104169
Adjusted R-squared
0.482524
    S.D. dependent var
0.363906
S.E. of regression
0.261779
    Akaike info criterion
0.261805
Sum squared resid
2.192900
    Schwarz criterion
0.437752
Log likelihood
-0.712490
    F-statistic
11.87865
Durbin-Watson stat
2.094542
    Prob(F-statistic)
0.000022













2. Harga Ekspor
Dependent Variable: EPSA


Method: Least Squares


Sample (adjusted): 2000Q2 2009Q1

Included observations: 36 after adjustments











Variable
Coefficient
Std. Error
t-Statistic
Prob.  










C
-0.084795
0.112016
-0.756994
0.4546
CPI
0.282242
0.185283
1.523305
0.1375
EPI
0.115452
0.022482
5.135322
0.0000
NEER
-0.615638
0.058691
-10.48940
0.0000










R-squared
0.783043
    Mean dependent var
0.294168
Adjusted R-squared
0.762703
    S.D. dependent var
0.758705
S.E. of regression
0.369589
    Akaike info criterion
0.951589
Sum squared resid
4.371075
    Schwarz criterion
1.127536
Log likelihood
-13.12861
    F-statistic
38.49820
Durbin-Watson stat
2.193376
    Prob(F-statistic)
0.000000











3. Volume Impor
Dependent Variable: MSA


Method: Least Squares


Sample (adjusted): 2000Q2 2009Q2

Included observations: 37 after adjustments











Variable
Coefficient
Std. Error
t-Statistic
Prob.  










C
-0.273741
0.144327
-1.896674
0.0667
GDP
3.165110
1.333841
2.372930
0.0236
REER
-0.128577
0.067448
-1.906329
0.0653
XSA
1.106512
0.204738
5.404538
0.0000










R-squared
0.577763
    Mean dependent var
0.160541
Adjusted R-squared
0.539377
    S.D. dependent var
0.694034
S.E. of regression
0.471035
    Akaike info criterion
1.434038
Sum squared resid
7.321845
    Schwarz criterion
1.608191
Log likelihood
-22.52970
    F-statistic
15.05170
Durbin-Watson stat
2.017706
    Prob(F-statistic)
0.000002










4. Harga Impor
Dependent Variable: MPSA


Method: Least Squares


Sample (adjusted): 2000Q2 2009Q2

Included observations: 37 after adjustments











Variable
Coefficient
Std. Error
t-Statistic
Prob.  










C
-0.226492
0.149959
-1.510359
0.1402
MTPI
5.012196
1.077604
4.651243
0.0000
NER
0.764739
0.132855
5.756216
0.0000










R-squared
0.586593
    Mean dependent var
0.354324
Adjusted R-squared
0.562275
    S.D. dependent var
0.927073
S.E. of regression
0.613359
    Akaike info criterion
1.937871
Sum squared resid
12.79110
    Schwarz criterion
2.068486
Log likelihood
-32.85061
    F-statistic
24.12173
Durbin-Watson stat
2.234263
    Prob(F-statistic)
0.000000














DAFTAR PUSTAKA

Carbaugh, Robert J. (2008), “International Economics,”  Eleventh Edition, Ohio: Thomson South-Western.
Hauk, William R. (2008), “U.S. Import and Export Elasticities: A Panel Data Approach” Paper Seminar, South Carolina: Clemson University.
Hossain, Akhand Akhtar (2009), Structural Change in the Export Demand Function for Indonesia: Estimation, Analysis and Policy Implications, Journal of Policy Modeling, 31, hlm. 260-271.
Mankiw, N. Gregory (2007), “Macroeconomics,” Sixth Edition, New York: Worth Publishers.
Mervar, Andrea (1994), "Estimates of the Traditional Export and Import Demand Functions in the Case of Croatia", Croatian Economic Survey 1993, 1(1), pp. 79-93.
Sugema, Iman (2005), The Determinants of Trade Balance and Adjustment to the Crisis in Indonesia, Discussion Paper No. 0508,  Adelaide:Centre for International Economic Studies.
U.S. Census Bureau, “FAQs on Seasonal Adjustment,” http://www.census.gov/const/www/faq2.html
Widarjono, Agus (2005), “Ekonometrika: Teori dan Aplikasi untuk Ekonomi dan Bisnis,”  Yogyakarta: Ekonisia.




[2] Persamaan (10) dan (11) dapat juga diturunkan dengan menggunakan aturan rantai (chain rule) dari kalkulus:

            d(harga.volume) = volume d(harga) + harga d(volume)

kemudian membagi ke dua sisi persamaan dengan (harga.volume) untuk memperoleh:

            d(harga.volume)/(harga.volume) = d(harga)/harga + d(volume)/volume

yang menunjukkan persentase perubahan (Mankiw 2007).
[3] Dirangkum dari situs: U.S. Census Bureau, “FAQs on Seasonal Adjustment,” http://www.census.gov/const/www/faq2.html
[4]  Lihat Lampiran untuk hasil regresi yang lebih detail.

No comments: