Wednesday, March 9, 2016

THE DETERMINANTS OF INDONESIAN CURRENT ACCOUNT BALANCE: VECTOR AUTOREGRESSIVE APPROACH



Abstract
This paper aims to analyze the relationship between variables that become determinants of the current account in Indonesia. By using the model of vector autoregression (VAR), a dynamic system of six variables has been estimated: the current account, the index of economic growth in major trading partners (MTP), the commodity price index (COMPI), real effective exchange rate (REER), domestic demand (DOMD) and the central bank's interest rate policy (BIR) as a determinant of the current account. Analysis using the impulse response function shows that the response of the current account tends to be negative over the shock of variable MTP, COMPI, REER and DOMD. As against shock BIR variable, the current account has a positive reaction. Analysis using the forecast error variance decomposition shows that the current account shock explains most of the fluctuations in the current account which is followed by domestic demand, commodity prices, and the monetary policy rate. The existence of inter-relationship variables be determinant in the current account shows the growing importance of economic policy coordination to improve the current account.

Keywords: balance of payment, current account balance, external sector, vector autoregressive

Abstrak
Tulisan ini bertujuan untuk menganalisis hubungan antar variabel yang menjadi determinan neraca transaksi berjalan di Indonesia. Dengan menggunakan model vector autoregression (VAR), telah diestimasi sistem dinamis atas enam variabel yaitu neraca transaksi berjalan, indeks pertumbuhan ekonomi mitra dagang utama (MTP), indeks harga komoditas (COMPI), nilai tukar efektif riil (REER), permintaan domestik (DOMD) dan suku bunga kebijakan bank sentral (BIR) sebagai determinan neraca transaksi berjalan. Analisa dengan menggunakan impulse response function menunjukkan bahwa respons neraca transaksi berjalan cenderung negatif atas shok dari variabel MTP, COMPI, REER dan DOMD. Sedangkan terhadap shok variabel BIR, neraca transaksi berjalan bereaksi positif. Analisa dengan menggunakan forecast error variance decomposition menunjukkan bahwa shok neraca transaksi berjalan menjelaskan sebagian besar fluktuasi neraca transaksi berjalan yang diikuti oleh permintaan domestik, harga komoditas, dan suku bunga kebijakan moneter. Adanya keterkaitan hubungan variabel-variabel yang menjadi determinan neraca transaksi berjalan menunjukkan semakin pentingnya sinkroninasi kebijakan ekonomi untuk memperbaiki kinerja neraca transaksi berjalan.

Kata kunci: neraca pembayaran, neraca transaksi berjalan, sektor eksternal, vector auto regression

JEL Classifications: C32, F32, F41

I. PENDAHULUAN
Gejolak ekonomi global yang diawali dengan krisis keuangan global pada tahun 2008-2009 dan berlanjut dengan krisis utang Eropa pada tahun 2010-2013 telah mendorong terjadinya ketidakseimbangan eskternal (external imbalance) di beberapa negara tidak terkecuali Indonesia yang merupakan konsekuensi dari small open economy. Ketidakseimbangan eksternal ini bersumber dari melemahnya ekspor Indonesia yang disebabkan oleh lemahnya permintaan mitra dagang Indonesia atas produk ekspor dan lemahnya harga komoditas ekspor.
Dampak krisis utang Eropa dapat dilihat pada porsi ekspor Indonesia ke Eropa pada tahun 2010 mencapai 10,9% dari total ekspor yang  kemudian mengalami penurunan menjadi 9,2% dari total ekspor pada tahun 2013.  Dampak krisis utang Eropa juga dapat dilihat melalui keterbukaan (exposure) sektor finansial Indonesia terhadap sumber dana dari luar negeri. Menurut data Coordinated Portfolio Investment Survey (CPIS) IMF, per Desember 2013 investasi portofolio negara-negara Eropa di Indonesia mencapai 25% dari total  investasi portofolio. Nilai ini mengalami penurunan dibandingkan posisi per Desember 2011 yang mencapai 28% dari total portofolio.
Di sisi lain, aktivitas perekonomian domestik yang masih kuat, baik konsumsi maupun investasi, telah mendorong permintaan barang impor yang tinggi terutama impor bahan baku dan barang modal. Kondisi-kondisi tersebut di atas telah mendorong terjadinya defisit transaksi berjalan yang telah berlangsung selama 12 triwulan berturut-turut (Q4-2011 s.d. Q3-2014).
Untuk merespon defisit transaksi berjalan tersebut, otoritas fiskal dan moneter mengeluarkan beberapa kebijakan yang diperkirakan dapat mengurangi tekanan defisit transaksi berjalan. Beberapa kebijakan Pemerintah yang diarahkan untuk mengurangi pelebaran defisit transaksi berjalan antara lain adalah menaikkan harga BBM bersubsidi pada Juni 2013, meningkatkan porsi biodiesel dalam porsi solar, mengenakan tambahan Pajak Penjualan Barang Mewah pada produk tertentu, melakukan penyesuaian tarif PPh 22 impor atas barang tertentu dan penyesuaian fasilitas pembebasan Impor barang untuk tujuan ekspor. Sementara itu, otoritas moneter mengeluarkan beberapa kebijakan seperti menaikkan BI rate, stabilisasi nilai tukar, dan kebijakan makroprudensial dengan pengendalian pertumbuhan kredit melalui kebijakan rasio loan to value (LTV).
 Berdasarkan uraian di atas, tulisan ini berusaha untuk menjawab permasalahan terkait dengan neraca transaksi berjalan, yaitu 1) variabel-variabel apa saja yang mempengaruhi (determinan) neraca transaksi berjalan? 2) bagaimana variabel-variabel tersebut neraca transaksi berjalan saling berinteraksi?
Tulisan ini bertujuan untuk menganalisis hubungan antar variabel yang menjadi determinan neraca transaksi berjalan serta memberikan rekomendasi kebijakan.

II. TINJAUAN PUSTAKA
2.1. Determinan Neraca Transaksi Berjalan
Menurut Ang dan Sek (2012) serta Yang (2011), ada tiga pendekatan yang dapt menjelaskan determinan neraca transaksi berjalan yaitu pendekatan elastisitas (elasticity approach), pendekatan absorpsi (absorption approach) dan pendekatan antarwaktu (intertemporal approach). Pendekatan elastisitas menekankan pada peranan harga internasional dan nilai tukar yang mempengaruhi neraca perdagangan suatu negara serta melihat faktor-faktor yang mempengaruhi harga dan nilai tukar.
Pendekatan absorpsi melihat neraca transaksi berjalan (CA) sebagai selisih antara pendapatan (gross national disposable income = GNDI) dan absorpsi (A = C + I, dimana C= konsumsi dan I = investasi) yang dapat ditulis sebagai
CA = GNDI – A
sehingga defisit neraca transaksi berjalan terjadi jika absorpsi (permintaan domestik) melebihi pendapatan dan sebaliknya surplus neraca transaksi berjalan terjadi jika absorpsi lebih rendah dibandingkan pendapatan.
Pendekatan antarwaktu melihat neraca transaksi berjalan sebagai selisih (gap) antara tabungan (S) dan investasi (I) serta faktor-faktor ekonomi makro yang mempengaruhi keduanya atau dapat dinotasikan sebagai berikut
CA = S – I
sehingga defisit neraca transaksi berjalan terjadi jika belanja investasi melebihi tabungan yang tersedia dan sebaliknya surplus neraca transaksi berjalan terjadi jika tabungan yang ada dapat menutupi kebutuhan belanja investasi.

2.2. Studi Empiris Tentang Determinan Neraca Transaksi Berjalan
Lee dan Chinn (1998) melakukan penelitian analisis neraca transaksi berjalan dengan menggunakan model structural VAR. Dengan menggunakan sampel tujuh negara industri (AS, Kanada, Inggris, Jepang, Jerman, Perancis dan Itali) selama periode triwulan 2 1979 s.d. triwulan 4 1994 disimpulkan bahwa shok permanen (inovasi teknologi) mendorong apreasiasi nilai tukar riil yang permanen akan tetapi pengaruhnya pada neraca transaksi berjalan tidak signifikan. Sementara, shok temporer (inovasi moneter) berperan besar dalam menjelaskan variasi neraca transaksi berjalan karena shok temporer menyebabkan depresiasi nilai tukar dan secara bersamaan memperbaiki neraca transaksi berjalan.
Bitzis, Paleologos dan Papazoglou (2008) melakukan penelitian terhadap faktor-faktor yang mempengaruhi neraca transaksi berjalan Yunani dengan menggunakan data triwulanan untuk periode 1995Q1-2006Q4 dengan metode multivariate vector autoregressive (MVAR). Variabel independen pada penelitian ini adalah defisit anggaran, nilai tukar efektif riil, output gap Yunani, suku bunga riil, terms of trade, output gap Uni Eropa, harga minyak dan ongkos angkut (freight prices). Hasil studi Bitzis, Paleologos dan Papazoglou (2008) menunjukkan bahwa nilai tukar efektif riil dan suku bunga riil sangat besar pengaruhnya pada neraca transaksi berjalan di Yunani. Faktor-faktor lainnya yang berpengaruh adalah output gap Uni Eropa dan terms of trade. Sedangkan variabel defisit anggaran tidak cukup kuat mempengaruhi neraca transaksi berjalan Yunani.
Hung dan Gamber (2010) dengan menggunakan model vector error correction model (VECM) membandingkan dua pendekatan (absorption dan elasticity) untuk memodelkan determinan neraca transaksi berjalan Amerika Serikat (AS). Untuk pendekatan absorption, variabel yang menjadi determinan adalah nilai tukar riil, pertumbuhan PDB AS, indeks pertumbuhan PDB 15 negara mitra dagang utama AS, suku bunga riil, rasio dependensi, kekayaan swasta AS, laba bersih korporasi, dan anggaran belanja pemerintah AS.Untuk pendekatan elasticity hanya memasukkan tiga variabel yaitu nilai tukar riil, pertumbuhan PDB AS, dan indeks pertumbuhan PDB 15 negara mitra dagang utama AS. Hasilnya adalah bahwa kemampuan proyeksi pendekatan absorption mengungguli pendekatan elasticity. Tiga variabel yang secara signifikan berpengaruh negatif terhadap neraca transaksi berjalan adalah nilai tukar riil, pertumbuhan ekonomi AS, dan kekayaan swasta. Sementara itu, variabel pertumbuhan mitra dagang AS dan anggaran belanja AS berpengaruh positif terhadap neraca transaksi berjalan.
Yang (2011) melakukan kajian determinan neraca transaksi berjalan delapan besar ekonomi Asia (Tiongkok, Hong Kong, India, Korea, Malaysia, Philipina, Singapura dan Thailand) untuk periode 1980-2009 dengan data triwulanan menggunakan metode vector autoregression (VAR). Variabel yang menjelaskan neraca transaksi berjalan adalah stok awal aktiva asing bersih (initial stock of net foreign assets), keterbukaan perdagangan (trade opennes), nilai tukar efektif riil, dan pendapatan relatif domestik (domestic relative income). Hasil kajian Yang (2011) menunjukkan bahwa stok awal aktiva asing bersih dan keterbukaan perdagangan berperan penting menjelaskan perilaku jangka panjang neraca transaksi berjalan tetapi kurang berperan dalam jangka pendek. Sementara itu, nilai tukar efektif riil kurang berperan menjelaskan perilaku baik jangka panjang maupun jangka pendek neraca transaksi berjalan.
Kayikci (2012) melakukan penelitian determinan neraca transaksi berjalan Turki periode 1987-2009 dengan menggunakan model VAR dengan memasukkan variabel rasio neraca transaksi berjalan terhadap PDB, tingkat pertumbuhan PDB, rasio PMTB terhadap PDB, rasio tabungan terhadap PDB, rasion ekspor dan impor terhadap PDB, pertumbuhan harga minyak Brent, inflasi, dan nilai tukar efektif riil sebagai variabel endogen. Hasilnya adalah bahwa pertumbuhan PDB, investasi, harga minyak dan nilai tukar riil berdampak negatif terhadap neraca transaksi berjalan sedangkan inflasi dan tabungan berdampak positif.
Ang dan Sek (2012) dengan menggunakan Generalized Method of Moment (GMM) melakukan penelitian atas dinamika neraca transaksi berjalan di negara-negara Asia yang terkena krisis (Indonesia, Korea, Filipina, dan Thailand). Variabel yang menjadi determinan neraca transaksi berjalan adalah nilai tukar efektif nominal, indeks harga konsumen (IHK), suku bunga, terms of trade, keterbukaan perdagangan, cadangan devisa, serta dua variabel dummy yaitu krisis dan perubahan kebijakan. Hasilnya adalah bahwa determinan neraca transaksi berjalan memiliki dampak yang berbeda-beda untuk setiap negara karena perbedaan struktur ekonomi. Untuk Indonesia, variabel yang signifikan mempengaruhi neraca transaksi berjalan adalah IHK, terms of trade, cadangan devisa (negatif), nilai tukar, dan perubahan kebijakan (negatif) sedangkan variabel keterbukaan perdagangan, suku bunga dan krisis sama sekali tidak signifikan.

III. METODOLOGI
3.1 Alat Analisis
Tulisan ini menggunakan pendekatan analisis kuantitatif yaitu model vector autoregression (VAR) karena dengan model VAR kita dapat menganalisis hubungan antar variabel yang menjadi determinan neraca transaksi berjalan, baik itu hubungan simultanitas maupun hubungan dinamis.
Menurut Asteriou dan Hall (2007) model VAR merupakan jawaban atas kritikan Sims (1980) yang menyatakan bahwa jika ada simultanitas di antara sejumlah variabel maka semua variabel tersebut harus diperlakukan sama atau dengan kata lain tidak perlu adanya perbedaan perlakuan antara variabel endogen dan eksogen.
Menurut Diebold (2007) model VAR yang terdiri dari N-variabel dengan ordo p atau VAR(p) adalah mengestimasi sejumlah N persamaan yang berbeda dimana pada setiap persamaan dilakukan regresi variabel sisi kiri terhadap p lag variabel itu sendiri dan p lag setiap variabel lainnya sehingga variabel sisi kanan adalah sama untuk semua persamaan (p lag dari setiap variabel). Nizar (2012) menyusun persamaan model VAR(p) sebagai berikut:
dimana
 adalah vektor (n x 1) dari variabel time series pada waktu t,
 adalah n x 1 vektor intersep model VAR,
 adalah matriks n x n koefisien otoregresif vektor,
 adalah variabel lag dengan ordo i untuk i = 1,2, ... p,
 adalah n x 1 vektor disturbance.
Menurut Nizar (2012) ada dua pengujian yang harus dilakukan sebelum mengestimasi model VAR yaitu uji akar unit (uji stasionaritas) dan penentuan panjang lag optimal. Pengujian akar unit bertujuan untuk menguji apakah variabel stasioner atau tidak sehingga terhindar dari regresi palsu (spurious regression). Dua alat uji yang umum digunakan untuk uji akar unit adalah uji Augmented Dickey-Fuller (ADF) dan uji Phillips-Perron (PP).  Sementara itu, penentuan panjang lag yang optimal bertujuan untuk memperoleh gangguan (disturbance/error terms) yang white noise. Penentuan lag akan menggunakan kriteria Likelihood Ratio (LR), Final Prediction Error (FPE), Akaike Information Criterion (AIC), Schwarz information criterion (SC), dan Hannan-Quinn information criterion (HQ). Akan tetapi, penentuan lag juga harus memperhatikan ukuran sampel. Untuk ukuran sampel yang relatif kecil, degree of freedom akan terkuras habis jika menggunakan lag yang panjang sehingga justru menghasilkan standard error yang besar (Brooks, 2007).
Menurut Diebold (2007) impulse-response function adalah alat yang digunakan untuk mempelajari sifat dinamis model VAR yaitu bagaimana suatu unit inovasi mempengaruhi suatu variabel, saat ini dan yang akan datang. Cara lain untuk melihat sifat dinamis model VAR adalah melalui variance decomposition yang berusaha menjawab “Berapa banyak varians dari kesalahan forecast variabel i yang dijelaskan oleh inovasi terhadap variabel j?

3.2 Data
Data yang digunakan adalah data sekunder dengan teknik pengumpulan data melalui dokumentasi yang bersumber dari Bank Indonesia, BPS, Bank Dunia, Bank for International Settlements (BIS) dan CEIC. Tulisan ini menggunakan data triwulanan untuk periode triwulan III 1997 s.d. triwulan III 2014 yang meliputi:
1.         CA = rasio neraca transaksi berjalan terhadap PDB (%).
2.         MTP = indeks pertumbuhan triwulanan ekonomi negara-negara mitra dagang utama (major trading partners) Indonesia  yang meliputi 13 negara mitra dagang Indonesia (Australia, Tiongkok, Jerman, India, Itali, Jepang, Korea, Malaysia, Filipina, Singapura, Taiwan, Thailand dan AS) yang dibobot dengan menggunakan ekspor Indonesia ke negara-negara tersebut. Ke-13 negara tersebut mencerminkan 78% dari total ekspor pada tahun 2013. Variabel ini mencerminkan permintaan dunia atas produk ekspor Indonesia.
3.         COMPI = indeks harga komoditas dunia yang mencerminkan harga enam komoditas utama Indonesia (batu bara, LNG, minyak sawit, karet, tembaga dan minyak bumi) yang dibobot dengan ekspornya. Ke-6 komoditas ekspor tersebut mencerminkan 50% dari total ekspor pada tahun 2013.
4.         REER = indeks nilai tukar efektif riil yang bersumber dari Bank for International Settlements (BIS). Kenaikan indeks nilai tukar efektif riil menunjukkan apresiasi nilai tukar dan sebaliknya penurunan indeks menunjukkan depresiasi.
5.         DOMD = permintaan domestik yang merupakan penjumlahan pengeluaran konsumsi swasta dan Pembentukan Modal Tetap Bruto (PMTB) pada PDB (Rp miliar, harga konstan tahun 2000).
6.         BIR = suku bunga kebijakan Bank Indonesia (%). Variabel BIR ini mencerminkan transmisi kebijakan moneter ke neraca transaksi berjalan.
7.         CRISIS = variabel dummy yang mencerminkan dua krisis yaitu krisis keuangan Asia (Q3-1997 s.d. Q4-1998) dan krisis keuangan global (Q3-2008 s.d. Q2-2009). Variabel dummy ini digunakan untuk menangkap adanya outlier atau stuctural break pada data. Variabel dummy bersama dengan konstanta akan diperlakukan sebagai variabel eksogen pada model VAR.

IV. HASIL ANALISIS DAN PEMBAHASAN
4.1. Uji Akar Unit (Stasioneritas)
a. Uji Augmented Dickey- Fuller
Tabel 4.1 menunjukkan hasil uji ADF dengan angka-angka yang merupakan angka statistik ADF. Jika angka statistik ADF lebih kecil dibandingkan nilai kritis pada tingkat signifikan 1%, 5%, dan 10% maka variabel yang diuji adalah stasioner. Angka statistik ADF pada Tabel 4.1 menunjukkan bahwa secara umum variabel-variabel yang diuji tidak stasioner pada level kecuali variabel BIR sedangkan jika diuji pada diferensi pertama maka semua variabel tersebut telah stasioner.

Table 4.1.  Hasil Uji Augmented Dickey-Fuller
Uji Akar Unit pada Level
Variabel
Intercept
Trend and Intercept
None
CA
-1.769 (1)
-6.266*** (0)
-1.6247* (1)
MTP
0.956 (1)
-3.075 (1)
3.537 (1)
COMPI
-0.605 (2)
-2.363 (2)
0.7515 (2)
REER
-2.577 (0)
-4.902*** (0)
-0.705 (0)
DOMD
3.163 (0)
-4.009** (0)
5.320 (0)
BIR
-12.397*** (4)
-13.451*** (4)
-7.319*** (4)
Uji Akar Unit pada Diferensi Pertama
Variabel
Intercept
Trend and Intercept
None
ΔCA
-7.888*** (1)
-7.876*** (1)
-7.914***(1)
ΔMTP
-4.636*** (0)
-4.858*** (0)
-2.949*** (0)
ΔCOMPI
-6.489*** (1)
-6.493*** (1)
-6.360*** (1)
ΔREER
-7.136*** (0)
-7.040*** (0)
-7.203*** (0)
ΔDOMD
-5.069*** (0)
-6.148*** (0)
-2.828*** (1)
ΔBIR
-10.583*** (3)
-12.322*** (3)
-9.940*** (3)
Sumber: Hasil EViews
Keterangan:
-          ***, **, dan * menunjukkan tingkat signifikansi pada masing-masing 1%, 5% dan 10% dan penolakan hipotesis null bahwa variabel tidak stasioner.
-          Angka dalam kurung adalah pemilihan panjang lag secara otomatis berdasarkan Schwarz information criterion (SIC), yang dihitung oleh EViews 8.0 dengan maksimum lag = 10.

b. Phillips-Perron Test
Sebagai perbandingan atas uji ADF, dilakukan uji Phillips-Perron (PP). Jika angka statistik PP lebih kecil dibandingkan nilai kritis pada tingkat signifikan 1%, 5%, dan 10% maka variabel yang diuji adalah stasioner. Secara umum, uji PP menunjukkan bahwa variabel yang diuji tidak stasioner pada level. Sementara itu, uji pada diferensi pertama menunjukkan bahwa variabel telah stasioner.
Berdasarkan hasil uji ADF dan PP serta untuk menghindari kesalahan dalam menolak hipotesis null maka dapat disimpulkan bahwa semua variabel stasioner pada diferensi pertama.
Table 4.2. Hasil Uji Phillips-Perron
Uji Akar Unit pada Level
Variabel
Intercept
Trend and Intercept
None
CA
-2.879* (1)
-6.248*** (2)
-2.461** (1)
MTP
1.485 (2)
-2.400 (3)
6.835 (2)
COMPI
-0.148 (6)
-2.278 (4)
1.304 (6)
REER
-2.963** (2)
-5.313*** (4)
-0.711 (2)
DOMD
2.170 (4)
-4.108*** (4)
3.691 (4)
BIR
-2.422 (1)
-3.278* (2)
-1.488 (0)
Uji Akar Unit pada Diferensi Pertama
Variabel
Intercept
Trend and Intercept
None
ΔCA
-15.623*** (14)
-17.562*** (16)
-15.378***(13)
ΔMTP
-4.636*** (0)
-4.858*** (0)
-2.834*** (2)
ΔCOMPI
-4.413*** (13)
-4.441*** (14)
-4.339*** (13)
ΔREER
-9.682*** (20)
-10.368*** (22)
-9.409*** (18)
ΔDOMD
-5.038*** (2)
-6.129*** (1)
-4.180*** (3)
ΔBIR
-5.069*** (6)
-5.004*** (6)
-5.156*** (5)
Sumber: Hasil EViews
Keterangan:
-          ***, **, dan * menunjukkan tingkat signifikansi pada masing-masing 1%, 5% dan 10% dan penolakan hipotesis null bahwa variabel tidak stasioner.
-          Angka dalam kurung adalah pemilihan panjang bandwith secara otomatis berdasarkan Newey-West, yang dihitung oleh EViews 8.0 dengan metode estimasi spektral, fungsi kernel Bartlett.

3.2. Penentuan Panjang Lag Optimal
Penentuan panjang lag optimal pada sampel yang relatif kecil cukup menyulitkan karena terlalu banyak lag akan menyebabkan hilangnya degree of freedom dan sebaliknya terlalu sedikit lag akan menyebabkan hasil estimasi kurang tepat. Menurut Brooks (2007) jika ada g persamaan, satu untuk setiap g variabel dan dengan k lag dari setiap variabel pada setiap persamaan maka perlu (g + kg2) parameter yang harus diestimasi. Jika g = 8 dan k = 4 maka ada 264 parameter yang harus diestimasi yang tentunya jumlah yang besar ini akan menghilangkan degree of freedom. Petunjuk umum berdasarkan pengalaman (rule of thumb) adalah untuk data tahunan, lag-nya adalah 1 atau 2 sedangkan untuk data triwulanan, lag-nya adalah 4 atau 8. Alternatif lain adalah penentuan panjang lag optimal berdasarkan panjang lag yang meminimalkan kriteria informasi (Brooks, 2007). Karena keterbatasan jumlah sampel kecil dan untuk menghindari hilangnya degree of freedom jika menggunakan lag yang panjang sehingga justru menghasilkan standard error yang besar maka diputuskan untuk menggunakan 4 lag yang didukung oleh kriteria informasi berikut:

Tabel 4.3. Kriteria Pemilihan Panjang Lag Optimal














 Lag
LogL
LR
FPE
AIC
SC
HQ














0
-1343.235
NA 
 1.95e+11
 43.02333
  43.43155*
 43.18388
1
-1271.855
 124.6315
 6.39e+10
 41.90016
 43.53303
  42.54237*
2
-1236.901
 54.37339
 6.86e+10
 41.93336
 44.79087
 43.05723
3
-1197.398
 53.92465
 6.72e+10
 41.82215
 45.90431
 43.42769
4
-1133.637
  74.89400*
  3.33e+10*
 40.94085
 46.24766
 43.02804
5
-1089.020
 43.90871
 3.45e+10
  40.66729*
 47.19875
 43.23615














 * indicates lag order selected by the criterion



 LR: sequential modified LR test statistic (each test at 5% level)


 FPE: Final prediction error




 AIC: Akaike information criterion




 SC: Schwarz information criterion




 HQ: Hannan-Quinn information criterion



Sumber: Hasil EViews

3.3. Estimasi Model VAR
Hasil estimasi model VAR dengan lag empat triwulan disajikan pada Tabel 4.4. Koefisien determinasi (adjusted R-squared) untuk persamaan neraca transaksi berjalan hanya 0,23 yang menunjukkan bahwa variabel-variabel yang ada tidak cukup kuat untuk menjelaskan fluktuasi neraca transaksi berjalan. Hal ini tidak mengherankan karena fluktuasi variabel neraca transaksi berjalan dipengaruhi oleh banyak variabel baik yang bersumber dari eksternal maupun domestik.

Tabel 4.4. Hasil Estimasi Model VAR















D(CA)
D(MTP)
D(COMPI)
D(REER)
D(DOMD)
D(BIR)














D(CA(-1))
-0.604291
 0.056263
 0.329053
-0.312887
 578.0223
 0.000384

 (0.16243)
 (0.09252)
 (0.75652)
 (0.31931)
 (251.531)
 (0.12318)

[-3.72031]
[ 0.60809]
[ 0.43496]
[-0.97989]
[ 2.29801]
[ 0.00311]







D(CA(-2))
-0.420023
 0.138622
 0.884257
 0.242413
 177.4442
-0.116474

 (0.17942)
 (0.10220)
 (0.83564)
 (0.35271)
 (277.840)
 (0.13606)

[-2.34101]
[ 1.35635]
[ 1.05817]
[ 0.68729]
[ 0.63866]
[-0.85603]







D(CA(-3))
-0.342388
 0.161913
 0.789886
 0.092803
 314.5343
-0.029160

 (0.17537)
 (0.09989)
 (0.81678)
 (0.34474)
 (271.569)
 (0.13299)

[-1.95238]
[ 1.62084]
[ 0.96707]
[ 0.26919]
[ 1.15821]
[-0.21926]







D(CA(-4))
-0.007186
 0.077008
 0.820766
-0.209794
 174.8677
-0.100477

 (0.15728)
 (0.08959)
 (0.73251)
 (0.30918)
 (243.550)
 (0.11927)

[-0.04569]
[ 0.85958]
[ 1.12048]
[-0.67856]
[ 0.71800]
[-0.84243]







D(MTP(-1))
 0.155446
 0.155005
-0.080515
 0.075408
 246.9353
 0.118110

 (0.28185)
 (0.16055)
 (1.31270)
 (0.55406)
 (436.453)
 (0.21374)

[ 0.55153]
[ 0.96548]
[-0.06134]
[ 0.13610]
[ 0.56578]
[ 0.55259]







D(MTP(-2))
-0.222108
-0.019051
-1.057677
-0.583402
 242.2465
-0.166156

 (0.24763)
 (0.14106)
 (1.15333)
 (0.48679)
 (383.466)
 (0.18779)

[-0.89694]
[-0.13506]
[-0.91706]
[-1.19846]
[ 0.63173]
[-0.88480]







D(MTP(-3))
 0.087568
 0.168091
 2.368435
-0.501369
 108.4572
-0.112627

 (0.25247)
 (0.14381)
 (1.17585)
 (0.49630)
 (390.955)
 (0.19146)

[ 0.34685]
[ 1.16884]
[ 2.01422]
[-1.01021]
[ 0.27742]
[-0.58826]







D(MTP(-4))
-0.074442
-0.208716
-2.012753
-0.244352
-201.9673
-0.107624

 (0.22344)
 (0.12728)
 (1.04068)
 (0.43925)
 (346.011)
 (0.16945)

[-0.33316]
[-1.63984]
[-1.93408]
[-0.55630]
[-0.58370]
[-0.63514]







D(COMPI(-1))
-0.033258
 0.004935
 0.619407
 0.038182
 57.62103
-0.025185

 (0.03297)
 (0.01878)
 (0.15356)
 (0.06481)
 (51.0560)
 (0.02500)

[-1.00874]
[ 0.26276]
[ 4.03370]
[ 0.58911]
[ 1.12859]
[-1.00729]







D(COMPI(-2))
 0.021886
-0.001089
-0.463635
-0.034507
-13.81641
 0.004651

 (0.03759)
 (0.02141)
 (0.17507)
 (0.07389)
 (58.2098)
 (0.02851)

[ 0.58222]
[-0.05086]
[-2.64822]
[-0.46697]
[-0.23736]
[ 0.16317]







D(COMPI(-3))
-0.010324
-0.004708
-0.040844
 0.041174
-35.31028
-0.032946

 (0.03709)
 (0.02112)
 (0.17272)
 (0.07290)
 (57.4283)
 (0.02812)

[-0.27840]
[-0.22288]
[-0.23647]
[ 0.56477]
[-0.61486]
[-1.17147]







D(COMPI(-4))
-0.036269
 0.001983
-0.197723
 0.101260
 42.72531
-0.001749

 (0.03379)
 (0.01925)
 (0.15736)
 (0.06642)
 (52.3187)
 (0.02562)

[-1.07351]
[ 0.10303]
[-1.25653]
[ 1.52462]
[ 0.81663]
[-0.06827]







D(REER(-1))
-0.087834
 0.109625
 0.004426
-0.178808
 29.64572
-0.005536

 (0.07809)
 (0.04448)
 (0.36370)
 (0.15351)
 (120.924)
 (0.05922)

[-1.12480]
[ 2.46453]
[ 0.01217]
[-1.16482]
[ 0.24516]
[-0.09348]







D(REER(-2))
 0.001224
 0.021503
-0.077519
 0.045413
 72.03350
-0.001514

 (0.08257)
 (0.04703)
 (0.38455)
 (0.16231)
 (127.856)
 (0.06261)

[ 0.01483]
[ 0.45720]
[-0.20159]
[ 0.27979]
[ 0.56339]
[-0.02418]







D(REER(-3))
 0.066232
-0.060658
 0.066216
 0.280305
-178.4771
 0.001310

 (0.06587)
 (0.03752)
 (0.30677)
 (0.12948)
 (101.998)
 (0.04995)

[ 1.00555]
[-1.61672]
[ 0.21585]
[ 2.16482]
[-1.74981]
[ 0.02622]







D(REER(-4))
 0.063710
-0.030884
-0.077167
-0.076758
 0.732201
 0.131855

 (0.07735)
 (0.04406)
 (0.36028)
 (0.15206)
 (119.787)
 (0.05866)

[ 0.82362]
[-0.70091]
[-0.21419]
[-0.50477]
[ 0.00611]
[ 2.24772]







D(DOMD(-1))
-0.000133
 8.32E-05
-3.68E-05
-0.000683
 0.293547
 9.51E-05

 (0.00011)
 (6.3E-05)
 (0.00052)
 (0.00022)
 (0.17140)
 (8.4E-05)

[-1.20521]
[ 1.31969]
[-0.07130]
[-3.13836]
[ 1.71264]
[ 1.13352]







D(DOMD(-2))
-4.18E-05
 5.89E-05
 0.000305
 0.000136
 0.149242
 0.000164

 (0.00012)
 (6.9E-05)
 (0.00056)
 (0.00024)
 (0.18779)
 (9.2E-05)

[-0.34461]
[ 0.85274]
[ 0.53948]
[ 0.57027]
[ 0.79475]
[ 1.78868]







D(DOMD(-3))
-9.63E-05
-9.77E-06
 0.000370
 0.000570
-0.076410
-1.09E-05

 (0.00011)
 (6.5E-05)
 (0.00053)
 (0.00023)
 (0.17744)
 (8.7E-05)

[-0.84064]
[-0.14969]
[ 0.69355]
[ 2.52902]
[-0.43063]
[-0.12538]







D(DOMD(-4))
 0.000150
-4.77E-05
-0.000198
-0.000483
 0.272349
 0.000192

 (0.00011)
 (6.1E-05)
 (0.00050)
 (0.00021)
 (0.16539)
 (8.1E-05)

[ 1.40908]
[-0.78465]
[-0.39878]
[-2.30132]
[ 1.64672]
[ 2.37037]







D(BIR(-1))
 0.075771
 0.047703
-0.585581
-0.137309
-79.86351
 0.300001

 (0.16089)
 (0.09165)
 (0.74934)
 (0.31628)
 (249.144)
 (0.12201)

[ 0.47095]
[ 0.52051]
[-0.78146]
[-0.43414]
[-0.32055]
[ 2.45882]







D(BIR(-2))
-0.095013
 0.027969
 0.247244
 0.593988
-350.3658
-0.296793

 (0.12369)
 (0.07045)
 (0.57606)
 (0.24314)
 (191.533)
 (0.09380)

[-0.76818]
[ 0.39699]
[ 0.42920]
[ 2.44297]
[-1.82928]
[-3.16421]







D(BIR(-3))
 0.001590
-0.036696
 0.115140
-0.018856
-32.00582
 0.289467

 (0.07248)
 (0.04128)
 (0.33756)
 (0.14247)
 (112.233)
 (0.05496)

[ 0.02193]
[-0.88887]
[ 0.34110]
[-0.13235]
[-0.28517]
[ 5.26665]







D(BIR(-4))
-0.004446
 0.000224
-0.042523
 0.106254
 169.3150
-0.184039

 (0.05948)
 (0.03388)
 (0.27703)
 (0.11693)
 (92.1086)
 (0.04511)

[-0.07475]
[ 0.00660]
[-0.15350]
[ 0.90872]
[ 1.83821]
[-4.08003]







C
 0.436526
 1.118989
 0.447533
 4.541483
 1554.051
-1.979113

 (0.61846)
 (0.35229)
 (2.88046)
 (1.21577)
 (957.712)
 (0.46901)

[ 0.70583]
[ 3.17634]
[ 0.15537]
[ 3.73547]
[ 1.62267]
[-4.21978]







CRISIS
 0.572787
-2.563173
 2.986788
-1.700852
-286.3175
-0.675698

 (1.12690)
 (0.64191)
 (5.24851)
 (2.21527)
 (1745.06)
 (0.85459)

[ 0.50829]
[-3.99305]
[ 0.56907]
[-0.76778]
[-0.16407]
[-0.79067]














 R-squared
 0.533394
 0.658577
 0.516295
 0.686965
 0.678354
 0.923483
 Adj. R-squared
 0.226416
 0.433956
 0.198068
 0.481022
 0.466745
 0.873143
 Sum sq. resids
 113.1823
 36.72450
 2455.166
 437.3840
 2.71E+08
 65.09084
 S.E. equation
 1.725828
 0.983074
 8.038012
 3.392655
 2672.526
 1.308785
 F-statistic
 1.737564
 2.931951
 1.622413
 3.335693
 3.205698
 18.34492
 Log likelihood
-109.0558
-73.03802
-207.5182
-152.3138
-579.1405
-91.35289
 Akaike AIC
 4.220493
 3.094938
 7.297444
 5.572306
 18.91064
 3.667278
 Schwarz SC
 5.097540
 3.971984
 8.174490
 6.449352
 19.78769
 4.544324
 Mean dependent
-0.182466
 1.464708
 1.399844
 0.645104
 4790.256
-0.978125
 S.D. dependent
 1.962202
 1.306655
 8.975941
 4.709394
 3659.778
 3.674611














 Determinant resid covariance (dof adj.)    1.37E+10
 Determinant resid covariance
 5.99E+08




 Log likelihood
-1191.630




 Akaike information criterion
 42.11342




 Schwarz criterion
 47.37570


























Sumber: Hasil EViews


4.4. Uji Residual Model VAR
Hasil uji residual model VAR untuk uji serial korelasi Lagrance Multiplier (LM) disajikan pada Tabel 4.5 yang secara umum tidak menolak hipotesis nul bahwa tidak ada serial korelasi.
Tabel 4.5. Uji Serial Korelasi Lagrance Multiplier (LM)






Lags
LM-Stat
Prob






1
 49.74604
 0.0634
2
 70.91282
 0.0005
3
 40.24001
 0.2880
4
 33.36213
 0.5947
5
 25.56117
 0.9021
6
 27.95980
 0.8286






Probs from chi-square with 36 df.
Sumber: Hasil EViews

Sementara itu, untuk uji residual model VAR untuk uji White Heteroskedasticity disajikan pada Tabel 4.6 yang menunjukkan bahwa tidak menolak hipotesis nul bahwa tidak heteroskedastisitas.

Tabel 4.6. Uji White Heteroskedasticity
   Joint test:







Chi-sq
df
Prob.






 1008.355
1029
 0.6713






Sumber: Hasil EViews

4.4. Uji Stabilitas Model VAR
Uji ini untuk mengetahui apakah hasil estimasi model VAR stabil atau stasioner. Jika model VAR tidak stabil maka analisis yang menggunakan model ini seperti impulse response functions dan variance decomposition menjadi tidak absah (valid). Jika semua akar (root) mempunyai modulus kurang dari satu dan berada di dalam lingkarang unit (unit circle) maka model telah stabil. Tabel 4.7 dan Gambar 4.1 menunjukkan bahwa akar memiliki modulus kurang dari satu dan berada dalam lingkaran unit sehingga model VAR telah stabil.

Tabel 4.7. Uji Kondisi Stabilitas VAR




     Root
Modulus




 0.598285 + 0.556106i
 0.816822
 0.598285 - 0.556106i
 0.816822
-0.511133 + 0.632580i
 0.813274
-0.511133 - 0.632580i
 0.813274
-0.049925 + 0.781928i
 0.783520
-0.049925 - 0.781928i
 0.783520
 0.520085 + 0.582047i
 0.780556
 0.520085 - 0.582047i
 0.780556
-0.710505 - 0.245404i
 0.751691
-0.710505 + 0.245404i
 0.751691
 0.104596 + 0.743353i
 0.750676
 0.104596 - 0.743353i
 0.750676
-0.355105 - 0.657554i
 0.747313
-0.355105 + 0.657554i
 0.747313
 0.738926 + 0.029965i
 0.739533
 0.738926 - 0.029965i
 0.739533
 0.541576 - 0.436830i
 0.695791
 0.541576 + 0.436830i
 0.695791
-0.433755 - 0.312601i
 0.534661
-0.433755 + 0.312601i
 0.534661
 0.153208 - 0.472042i
 0.496283
 0.153208 + 0.472042i
 0.496283
-0.303822 - 0.081329i
 0.314519
-0.303822 + 0.081329i
 0.314519




 No root lies outside the unit circle.
 VAR satisfies the stability condition.
Sumber: Hasil EViews
Sumber: Hasil EViews
Gambar 4.1. Uji Stabilitas Model VAR.

4.5. Impulse Response Function (IRF)
Efek shock terhadap model VAR dapat dilihat dengan menggunakan impulse response function. Fungsi ini dapat menentukan tanda efek inovasi setiap variabel terhadap variabel yang lain (Kayikci 2012). Gambar 4.2 menunjukkan impulse response function variabel neraca transaksi berjalan (CA) terhadap shok satu standar deviasi setiap variabel. Gambar 4.2 menunjukkan berapa besar neraca transaksi berjalan akan berubah sampai dengan 10 triwulan setelah adanya shok. Dampak shok dari variabel MTP, COMPI, REER dan DOMD adalah negatif terhadap neraca transaksi berjalan pada triwulan kedua.  Dampak MTP dan COMPI yang negatif menunjukkan masalah struktural (jangka panjang) neraca transaksi berjalan yaitu bahwa ekspor Indonesia belum terdiversifikasi dengan baik dalam hal negara-negara tujuan ekspor dan produk ekspor yang berbasis komoditas.
Dampak shock REER yang negatif sesuai dengan teori yaitu kenaikan REER menunjukkan nilai tukar efektif riil yang apresiasi sehingga mendorong turunnya ekspor dan kenaikan impor sehingga dapat memperburuk kinerja neraca transaksi berjalan. Dampak shock DOMD yang negatif ini sesuai teori bahwa kenaikan permintaan domestik mendorong turunnya tabungan atau kenaikan investasi sehingga memperburuk kinerja neraca transaksi berjalan.
Sementara itu, dampak shock dari variabel BIR adalah positif pada triwulan kedua. Hal ini konsisten dengan teori dimana jika suku bunga mengalami kenaikan (kontraksi kebijakan moneter) maka tabungan akan naik atau investasi turun sehingga kinerja neraca transaksi berjalan akan membaik. Selain itu, kenaikan suku bunga akan mendorong kenaikan arus modal masuk (capital inflow) sehingga terjadi apresiasi nilai tukar yang pada gilirannya dapat memperburuk neraca perdagangan (neraca transaksi berjalan).


Sumber: Hasil EViews
Gambar 4.2. Respon Variabel Neraca Transaksi Berjalan (CA) terhadap Shok Variabel-Variabel CA, MTP, COMPI, REER, DOMD, dan BIR.
Gambar 4.3 menunjukkan impulse response function variabel indeks pertumbuhan ekonomi mitra dagang utama (MTP) terhadap shok satu standar deviasi setiap variabel sampai dengan 10 triwulan setelah adanya shok. Dampak shok dari variabel CA, COMPI, REER, DOMD dan BIR adalah positif terhadap MTP pada triwulan kedua dan ketiga.

Gambar 4.3. Respon Variabel MTP terhadap Shok Variabel-Variabel CA, MTP, COMPI, REER, DOMD, dan BIR.
Gambar 4.4 menunjukkan impulse response function variabel indeks harga komoditas (COMPI) terhadap shok satu standar deviasi setiap variabel serta berapa besar COMPI akan berubah sampai dengan 10 triwulan setelah adanya shok. Dampak shok dari variabel MTP adalah positif terhadap COMPI pada triwulan pertama dan kedua.

Sumber: Hasil EViews
Gambar 4.4. Respon Variabel COMPI terhadap Shok Variabel-Variabel CA, MTP, COMPI, REER, DOMD, dan BIR.
Gambar 4.5 menunjukkan impulse response function variabel indeks nilai tukar efektif riil (REER) terhadap shok satu standar deviasi setiap variabel serta berapa besar REER akan berubah sampai dengan 10 triwulan setelah adanya shok. Dampak shok dari semua variabel adalah negatif terhadap REER pada triwulan kedua dengan dampak terbesar dari variabel DOMD.


Sumber: Hasil EViews
Gambar 4.5. Respon Variabel REER terhadap Shok Variabel-Variabel CA, MTP, COMPI, REER, DOMD, dan BIR.
Gambar 4.6 menunjukkan impulse response function variabel permintaan domestik (DOMD) terhadap shok satu standar deviasi setiap variabel dan berapa besar DOMD akan berubah sampai dengan 10 triwulan setelah adanya shok. Dampak shok dari variabel MTP dan COMPI adalah positif terhadap DOMD selama tiga triwulan pertama. Sementara itu Dampak shock dari variabel REER dan BIR adalah negatif.

Sumber: Hasil EViews
Gambar 4.6. Respon Variabel DOMD terhadap Shok Variabel-Variabel CA, MTP, COMPI, REER, DOMD, dan BIR.
Gambar 4.7 menunjukkan impulse response function variabel buku bunga kebijakan bank sentral (BIR) terhadap shok satu standar deviasi setiap variabel serta berapa besar BIR akan berubah sampai dengan 10 triwulan setelah adanya shok. Variabel yang memberikan dampak shok negatif terhadap BIR pada triwulan pertama adalah CA, MTP dan DOMD.


4.6. Forecast Error Variance Decomposition (FEVD) pada Variabel
Dekomposisi varian (variance decomposition) menunjukkan proporsi varian kesalahan prakiraan (forecast error variance) untuk setiap variabel pada VAR yang dapat dikaitkan dengan inovasi variabel itu sendiri dan variabel lainnya (Kayikci 2012). Dekomposisi varian untuk setiap variabel pada sistem VAR disajikan pada Tabel 4.8 yang dapat ditafsirkan dengan membacanya secara horizontal sebagai berikut:
-          Varian kesalahan prakiraan neraca transaksi berjalan (CA) pada triwulan ke-20, 83% disebabkan oleh inovasi variabel itu sendiri dan 17% oleh inovasi variabel lainnya (MTP (2,3%), COMPI (5,2%), REER (2,1%), DOMD (7,1%) dan BIR (0,8%)). Variabel DOMD cukup dominan menjelaskan varians CA karena mencerminkan penurunan tabungan dan kenaikan investasi yang dapat mendorong peningkatan impor barang konsumsi, bahan baku dan barang modal. Variabel COMPI juga cukup dominan yang mencerminkan permasalahan struktur neraca transaksi berjalan dimana ekspor masih didominasi oleh ekspor berbasis komoditas yang rentan terhadap fluktuasi harga. Kecilnya dampak inovasi variabel BIR menunjukkan bahwa kebijakan moneter berupa suku bunga tidak cukup kuat untuk memperbaiki kondisi kinerja neraca transaksi berjalan. Hal ini tidak mengherankan karena suku bunga kebijakan (BI rate) memang diarahkan sebagai alat untuk mengendalikan inflasi dan bukan alat untuk mengendalikan defisit neraca transaksi berjalan. Kenaikan suku bunga kebijakan akan mempengaruhi neraca transaksi berjalan secara tidak langsung melalu jalur transmisi berupa turunnya kegiatan domestik (DOMD) yang pada gilirannya mengurangi impor.
-          Varian kesalahan prakiraan indeks pertumbuhan mitra dagang utama (MTP) pada triwulan ke-20, 75% disebabkan oleh inovasi variabel itu sendiri dan 25% oleh inovasi variabel lainnya.
-          Varian kesalahan prakiraan indeks harga komoditas (COMPI) pada triwulan ke-20, 85% disebabkan oleh inovasi variabel itu sendiri dan 15% oleh inovasi variabel lainnya.
-          Varian kesalahan prakiraan indeks nilai tukar efektif riil (REER) pada triwulan ke-20, 52% disebabkan oleh inovasi variabel itu sendiri dan 48% oleh inovasi variabel lainnya (CA (7,7%), MTP (10,2%), COMPI (6,1%), DOMD (18,9%) dan BIR (4,7%)). Penyebab varians variabel REER cukup berimbang baik oleh inovasi variabel itu sendiri maupun variabel lainnya. Yang menarik adalah dampak inovasi variabel CA terhadap REER lebih besar dibandingkan dampak inovasi variabel REER terhadap CA (7,7% vs 2,1%). Hal ini menunjukkan bahwa pengaruh kinerja neraca transaksi berjalan lebih dominan mempengaruhi nilai tukar dibandingkan sebaliknya (memburuknya kinerja neraca transaksi berjalan selalu diikuti dengan terdepresiasinya nilai tukar karena kekhawatiran investor dengan kondisi stabilitas makroekonomi).
-          Varian kesalahan prakiraan permintaan domestik (DOMD) pada triwulan ke-20, 51% disebabkan oleh inovasi variabel itu sendiri dan 49% oleh inovasi variabel lainnya (CA (10,6%), MTP (15,1%), COMPI (11,5%), REER (7,9%), dan BIR (3,8%)).
-          Varian kesalahan prakiraan suku bunga kebijakan BI (BIR) pada triwulan ke-20, 57% disebabkan oleh inovasi variabel itu sendiri dan 43% oleh inovasi variabel lainnya.

Tabel 4.8. Dekomposisi Varian
















 Variance Decomposition of D(CA):
 Period
S.E.
D(CA)
D(MTP)
D(COMPI)
D(REER)
D(DOMD)
D(BIR)
















 4
 2.161095
 88.47171
 1.080983
 3.190564
 1.919075
 4.945776
 0.391894
 8
 2.260964
 83.20119
 2.187807
 5.025765
 2.081955
 6.828784
 0.674499
 12
 2.271521
 82.75821
 2.225929
 5.131012
 2.137524
 7.000825
 0.746497
 16
 2.274357
 82.56966
 2.262118
 5.215398
 2.135448
 7.051742
 0.765634
 20
 2.274793
 82.54653
 2.268720
 5.219256
 2.134714
 7.061203
 0.769578
















 Variance Decomposition of D(MTP):
 Period
S.E.
D(CA)
D(MTP)
D(COMPI)
D(REER)
D(DOMD)
D(BIR)
















 4
 1.156987
 7.729073
 78.63583
 1.494737
 9.320802
 2.461888
 0.357666
 8
 1.210473
 9.026451
 75.51594
 2.133031
 8.836036
 3.661766
 0.826778
 12
 1.217459
 8.927916
 75.33123
 2.218784
 8.802562
 3.740095
 0.979417
 16
 1.219088
 8.944521
 75.15366
 2.291035
 8.785777
 3.834814
 0.990192
 20
 1.219240
 8.944879
 75.13835
 2.302304
 8.783979
 3.836678
 0.993810
















 Variance Decomposition of D(COMPI):
 Period
S.E.
D(CA)
D(MTP)
D(COMPI)
D(REER)
D(DOMD)
D(BIR)
















 4
 10.25516
 3.237688
 5.427117
 89.18909
 0.750452
 0.560470
 0.835184
 8
 11.25767
 5.044794
 6.431653
 85.49949
 0.858017
 1.400588
 0.765459
 12
 11.52835
 5.257134
 6.735583
 84.97711
 0.834981
 1.419356
 0.775836
 16
 11.57609
 5.326667
 6.863459
 84.77222
 0.830597
 1.432301
 0.774753
 20
 11.58696
 5.338132
 6.885938
 84.73812
 0.830196
 1.432591
 0.775018
















 Variance Decomposition of D(REER):
 Period
S.E.
D(CA)
D(MTP)
D(COMPI)
D(REER)
D(DOMD)
D(BIR)
















 4
 4.100749
 6.586681
 9.214714
 1.096307
 61.91754
 16.77685
 4.407911
 8
 4.442605
 7.560257
 10.07730
 5.809556
 53.18708
 18.78754
 4.578273
 12
 4.473036
 7.701195
 10.16095
 5.917586
 52.59515
 18.93874
 4.686373
 16
 4.480147
 7.688782
 10.14166
 6.102076
 52.44067
 18.93608
 4.690732
 20
 4.481258
 7.693327
 10.15198
 6.115481
 52.41608
 18.93186
 4.691273
















 Variance Decomposition of D(DOMD):
 Period
S.E.
D(CA)
D(MTP)
D(COMPI)
D(REER)
D(DOMD)
D(BIR)
















 4
 3271.413
 10.69262
 15.33437
 11.46922
 7.720524
 51.73214
 3.051122
 8
 3385.971
 10.64157
 14.97024
 11.35067
 7.978828
 51.30722
 3.751474
 12
 3402.242
 10.57379
 15.07212
 11.41312
 7.930871
 51.23451
 3.775585
 16
 3405.794
 10.57299
 15.08795
 11.46680
 7.936887
 51.16144
 3.773932
 20
 3406.179
 10.57419
 15.08487
 11.47471
 7.935517
 51.15666
 3.774058
















 Variance Decomposition of D(BIR):
 Period
S.E.
D(CA)
D(MTP)
D(COMPI)
D(REER)
D(DOMD)
D(BIR)
















 4
 1.563513
 2.628005
 5.530736
 0.836029
 2.998960
 17.36464
 70.64163
 8
 1.739751
 2.814700
 6.454176
 4.988807
 3.883608
 21.83192
 60.02679
 12
 1.775983
 3.061648
 6.527221
 7.122925
 4.339097
 21.20839
 57.74072
 16
 1.782799
 3.118139
 6.596435
 7.560262
 4.336309
 21.07579
 57.31307
 20
 1.785039
 3.148939
 6.627228
 7.672860
 4.338941
 21.04138
 57.17065
















 Cholesky Ordering: D(CA) D(MTP) D(COMPI) D(REER) D(DOMD) D(BIR)
















Sumber: Hasil EViews
4.7. Perbandingan Peran Shock pada Forecast Error Variance
Tabel 4.8 juga dapat dibaca secara vertikal sebagai perbandingan peran shock pada varian kesalahan prakiraan (forecast error variance) sebagai berikut:
Shock Neraca Transaksi Berjalan
Shock neraca transaksi berjalan (CA) menjelaskan 83% varian kesalahan prakiraan variabel itu sendiri, 9% varian kesalahan prakiraan MTP, 5% varian kesalahan prakiraan COMPI, 8% varian kesalahan prakiraan REER, 11% varian kesalahan prakiraan DOMD dan 3% varian kesalahan prakiraan BIR. Impulse CA berperan lebih besar pada varian kesalahan prakiraan DOMD dibandingkan variabel yang lain.
Shock Indeks Pertumbuhan Ekonomi Mitra Dagang Utama
Shock indeks pertumbuhan ekonomi mitra dagang utama (MTP) menjelaskan 75% varian kesalahan prakiraan variabel itu sendiri, 2% varian kesalahan prakiraan CA, 7% varian kesalahan prakiraan COMPI, 10% varian kesalahan prakiraan REER, 15% varian kesalahan prakiraan DOMD, dan 7% varian kesalahan prakiraan BIR. Impulse MTP berperan lebih besar pada varian kesalahan prakiraan DOMD dibandingkan variabel yang lain.
Shock Indeks Harga Komoditas
Shock harga komoditas (COMPI) menjelaskan 85% varian kesalahan prakiraan variabel itu sendiri, 5% varian kesalahan prakiraan CA, 2% varian kesalahan prakiraan MTP, 6% varian kesalahan prakiraan REER, 11% varian kesalahan prakiraan DOMD dan 8% varian kesalahan prakiraan BIR. Impulse COMPI berperan lebih besar pada varian kesalahan prakiraan DOMD dibandingkan variabel yang lain.
Shock Nilai Tukar Efektif Riil
Shock indeks nilai tukar efektif riil (REER) menjelaskan 52% varian kesalahan prakiraan variabel itu sendiri, 2% varian kesalahan prakiraan CA, 9% varian kesalahan prakiraan MTP, 1% varian kesalahan prakiraan COMPI, 8% varian kesalahan prakiraan DOMD, dan 4% varian kesalahan prakiraan BIR. Impulse REER berperan lebih besar pada varian kesalahan prakiraan MTP dibandingkan variabel yang lain.
Shock Permintaan Domestik
Shock permintaan domestik (DOMD) menjelaskan 51% varian kesalahan prakiraan variabel itu sendiri, 7% varian kesalahan prakiraan CA, 4% varian kesalahan prakiraan MTP, 1% varian kesalahan prakiraan COMPI, 19% varian kesalahan prakiraan REER, dan 21% varian kesalahan prakiraan BIR. Impulse DOMD berperan lebih besar pada varian kesalahan prakiraan BIR dibandingkan variabel yang lain.
Shock Suku Bunga Kebijakan Bank Sentral
Shock BI rate (BIR) menjelaskan 57% varian kesalahan prakiraan variabel itu sendiri, masing-masing di bawah 1% varian kesalahan prakiraan variabel CA, MTP, dan COMPI, 5% varian kesalahan prakiraan REER, dan 4% varian kesalahan prakiraan DOMD. Impulse BIR berperan lebih besar pada varian kesalahan prakiraan REER dibandingkan variabel yang lain.
                Akhirnya bahwa impulse CA, MTP, COMPI, REER DOMD dan BIR berperan lebih merata pada REER, DOMD, dan BIR dibandingkan dengan variabel lainnya. Hal ini menunjukkan bahwa shock dari REER, DOMD dan BIR tidak terlalu berperan terhadap variabel itu sendiri.


V. KESIMPULAN DAN REKOMENDASI
Tujuan kajian ini adalah untuk menganalisis hubungan antar variabel yang menjadi determinan neraca transaksi berjalan. Dengan menggunakan model vector autoregression (VAR), telah diestimasi sistem dinamis atas enam variabel yaitu neraca transaksi berjalan, indeks pertumbuhan ekonomi mitra dagang utama, indeks harga komoditas, nilai tukar efektif riil, permintaan domestik dan suku bunga kebijakan bank sentral.
Analisa dengan menggunakan impulse response function menunjukkan bahwa respons neraca transaksi berjalan cenderung negatif atas shok dari variabel MTP, COMPI, REER dan DOMD. Sedangkan terhadap shok variabel BIR, neraca transaksi berjalan bereaksi positif.
Analisa dengan menggunakan forecast error variance decomposition menunjukkan bahwa shock neraca transaksi berjalan menjelaskan sebagian besar fluktuasi neraca transaksi berjalan yang diikuti oleh permintaan domestik, harga komoditas, dan suku bunga kebijakan moneter.
Adanya keterkaitan hubungan variabel-variabel yang menjadi determinan neraca transaksi berjalan menunjukkan semakin pentingnya sinkroninasi kebijakan ekonomi untuk memperbaiki kinerja neraca transaksi berjalan. Bank Indonesia yang berwenang dalam kebijakan moneter (BI rate) dan kebijakan stabilisasi nilai tukar harus memperhatikan bagaimana dampaknya terhadap sektor riil. Dalam rangka mengendalikan defisit neraca transaksi berjalan, kebijakan moneter ketat mungkin dapat mengendalikan tingginya impor. Akan tetapi kebijakan suku bunga tinggi ini dapat menghambat perkembangan sektor riil yang pada gilirannya menghambat percepatan pertumbuhan ekonomi.


DAFTAR PUSTAKA

Ang, Hong Ying dan Sek, Siok Kun (2012), Investigating the Current Account Dynamics in Crisis-Hit Asia, International Journal of Humanities and Applied Sciences, Vol. 1, No.1, 22-26.

Asteriou, Dimitrios dan Hall, Stephen G. (2007), “Applied Econometrics: A Modern Approach,” Revised Edition, New York: Palgrave Macmillan.

Bitzis, Grigorius; Paleologos, John M.; dan Papazoglou, Christos (2008), Journal of International and Global Economic Studies, I (1) (Juni), 105-122.

Brooks, Chris (2007), “Introductory Econometrics for Finance” Cambridge: Cambridge University Press.

Diebold, Francis X. (2007), “Elements of Forecasting,” Fourth Edition, Ohio: Thomson South-Western.

Hung, Juann H. dan Gamber, Edward N. (2010), An Absorption Approach to Modeling the US Current Account, Review of International Economics, 18(2), 334-350.

Kayikci, Fazil (2012), Determinants of the Current Account Balance in Turkey: Vector Auto Regression (VAR) Approach, African Journal of Business Management, Vol. 6 (17), 5725-5736.

Lee, Jaewoo dan Chinn, Menzie D. (1998), The Current Account and the Real Exchange Rate: A Structural VAR Analysis of Major Currencies, NBER Working Paper, No. 6495, April.

Nizar, Muhammad Afdi (2012), Dampak Fluktuasi Harga Minyak Dunia Terhadap Perekonomian Indonesia, Buletin Ilmiah Litbang Perdagangan, Vol. 6 No. 2 (Desember), 189-209.

Vredin, Anders (1988), Macroeconomic Policies and the Balance of Payments, Disertasi Doktor, Stockholm School of Economics.

Yang, Lucun (2011), An Empirical Analysis of Current Account Determinants in Emerging Asian Economies, Cardiff Economics Working Paper, Maret.

  

No comments: