Wednesday, March 9, 2016

FACTORS AFFECTING INTERNATIONAL CAPITAL FLOWS TO INDONESIAN GOVERNMENT SECURITIES




FACTORS AFFECTING INTERNATIONAL CAPITAL FLOWS TO INDONESIAN GOVERNMENT SECURITIES


Abstract
The international capital flow into Indonesia plays an important role for development finance instruments, especially Government Securities (SBN) to finance the fiscal deficit. Based on the model of uncovered interest parity, this study aimed to analyze factors affecting on international capital flows to Government Securities (SBN). Methodology of the study is quantitative approach based on time series model using secondary data. The study results showed that the uncovered interest parity and financial market stress have a statistically significant effect international capital flows to SBN whereas fiscal policy is not statistically significant. The main recommendation is that the government must maintain macroeconomic stability through a credible economic policy.

Keywords: capital flow, government securities, uncovered interest parity, exchange rate, non-deliverable forward, credit default swap, financial stress, fiscal policy

Abstrak

Aliran modal internasional yang masuk ke Indonesia berperan penting untuk pembiayaan pembangunan terutama instrumen Surat Berharga Negara (SBN) untuk membiayai defisit fiskal. Dengan menggunakan model paritas suku bunga tak terlindungi (uncovered interest parity), kajian ini bertujuan untuk menganalisis faktor-faktor yang mempengaruhi aliran modal internasional ke Surat Berharga Negara (SBN). Metodologi kajian dilakukan dengan pendekatan analisis kuantitatif yaitu model regresi runtut waktu (time series) dengan menggunakan data sekunder. Hasil kajian menunjukkan bahwa paritas suku bunga tak terlindungi dan tekanan pasar keuangan berpengaruh signifikan terhadap aliran modal internasional ke SBN sedangkan kebijakan fiskal tidak berpengaruh secara signifikan. Rekomendasi utama yang dapat diberikan adalah pemerintah harus tetap menjaga stabilitas ekonomi makro melalui kebijakan ekonomi yang kredibel.

Kata kunci: aliran modal, surat berharga negara, paritas suku bunga, nilai tukar, non-deliverable forward, credit default swap, tekanan keuangan, kebijakan fiskal

JEL Classifications: F31, F32, H63, G01, G15
I. PENDAHULUAN
1.1. Latar Belakang
Indonesia sebagai negara dengan ekonomi terbuka (small open economy) dan menganut rezim devisa bebas selalu terbuka terhadap aliran masuk dan keluar modal internasional. Selain itu, Indonesia sebagai negara berkembang membutuhkan sumber-sumber pendanaan baik yang berasal dari dalam negeri maupun luar negeri untuk membiayai kegiatan-kegiatan pembangunan yang membutuhkan dana besar seperti investasi di bidang infrastruktur. Celah tabungan investasi (saving investment gap) yang cukup besar yaitu sekitar 3,0% PDB pada tahun 2014 menunjukkan bahwa Indonesia masih membutuhkan sumber pendanaan dari luar negeri untuk membiayai kegiatan investasinya (Grafik 1).
Sumber: Asian Development Bank
Grafik 1 Tabungan dan Investasi Indonesia (% dari PDB)
Kebutuhan akan sumber-sumber pembiayaan dari luar negeri diperoleh melalui aliran modal internasional di Indonesia yang terdiri dari investasi langsung, investasi portofolio dan investasi lainnya (Gambar 2). Aliran modal internasional di Indonesia masih didominasi oleh investasi portofolio walaupun pasca krisis keuangan global 2008-2009, proporsi investasi langsung dalam aliran modal internasional mulai membesar. Sementara itu, investasi lainnya yang sebelum tahun 2008 mengalami defisit berbalik menjadi surplus.
 


Sumber: Bank Indonesia
Gambar 2 Aliran Modal Luar Negeri di Indonesia (US$ miliar)
Komposisi sumber pembiayaan sangat penting dalam menentukan kesinambungan sumber pembiayaan tersebut. Aliran masuk modal internasional yang bersumber dari investasi portofolio cenderung lebih tinggi volatilitasnya dibandingkan dengan investasi langsung yang relatif lebih stabil. Kesinambungan sumber pembiayaan yang berasal dari investasi portofolio cenderung lebih rentan dibandingkan investasi langsung karena investasi portofolio yang bisa berbalik arah menjadi aliran keluar modal jika kondisi pasar keuangan bergejolak atau yang biasa disebut dengan capital revesal. Namun demikian, peranan investasi portofolio semakin penting dalam pembiayaan defisit transaksi berjalan yang terjadi sejak Q4-2011. Grafik 3 menunjukkan basic balance yang merupakan penjumlahan dari transaksi berjalan dan investasi langsung. Pada Q4-2011 basic balance Indonesia masih positif sebesar 0,4% PDB yang artinya pembiayaan defisit transaksi berjalan masih dapat ditutupi oleh sumber pendanaan yang relatif stabil dari investasi langsung. Setelah Q4-2011 basic balance berubah menjadi negatif yang menunjukkan tidak cukupnya investasi langsung untuk membiayai defisit transaksi berjalan sehingga dibutuhkan sumber pembiayaan yang lain, yaitu investasi portofolio.
Sumber: Bank Indonesia
Grafik 3 Basic Balance Indonesia (% dari PDB)
Kebutuhan pembiayaan dalam bentuk investasi portofolio masih didominasi oleh instrumen investasi berupa Surat Berharga Negara (SBN) (Tabel 1). Investor luar negeri (non-residen) yang menanamkan uangnya pada instrumen investasi saham pada tahun 2014 meningkat lebih dari dua kali lipat dibandingkan tahun 2010, sedangkan untuk Sertifikat Bank Indonesia (SBI), investor luar negeri cenderung untuk menjualnya.
Tabel 1 Aliran Modal Luar Negeri Portofolio (Rp triliun)

Saham
SBI
SBN
2010
22
11
88
2011
25
-47
27
2012
16
-7
48
2013
-21
3
53
2014
43
-2
138
Sumber: Bloomberg
Dominasi SBN pada investasi portofolio juga ditunjukkan oleh persentase kepemilikan asing atas instrumen SBN cenderung meningkat yaitu dari 19% pada Desember 2009 menjadi 38% pada Desember 2014 (Grafik 4). Aliran modal masuk ke SBN berperan penting bagi kebijakan fiskal yaitu sebagai sumber pembiayaan APBN dan dapat menurunkan biaya bunga penerbitan obligasi swasta (Abimanyu, 2011). Sebaliknya kepemilikan asing atas SBI menurun drastis yaitu dari 17% pada Desember 2009 menjadi hanya 2% pada Desember 2014. Penurunan kepemilikan asing yang cukup besar pada instrumen SBI disebabkan oleh penerapan kebijakan minimum holding period oleh Bank Indonesia yang mulai diterapkan pada Juni 2010.
Sumber: Bank Indonesia
Grafik 4 Persentase Kepemilikan Asing SBI dan SBN
Aliran masuk modal nonresiden bersih yang cukup besar pada tahun 2014 yang mencapai US$43,6 miliar (lebih dari dua kali lipat tahun 2013) menimbulkan kekhawatiran potensi sudden reversal terutama yang bersumber dari aliran masuk portofolio yang cenderung bersifat jangka pendek dan tidak stabil. Selain itu, kekhawatiran risiko pembalikan modal yang bersumber dari kenaikan suku bunga the Fed BI dapat mengganggu kestabilan nilai tukar.  Mewaspadai besarnya pengaruh volatilitas aliran modal tersebut terhadap kondisi perekonomian Indonesia, Pemerintah lebih memfokuskan kepada stabilisasi ekonomi makro yang didukung oleh defisit fiskal yang tetap terjaga dalam kisaran yang aman.
Sehubungan dengan hal tersebut di atas, penulis ingin meneliti bagaimana dampak imbal hasil, nilai tukar, tekanan pasar keuangan global dan kebijakan fiskal terhadap aliran modal asing ke Surat Berharga Negara (SBN) yang kemudian memberikan kesimpulan dan rekomendasi sebagai bahan masukan bagi perumusan kebijakan terkait aliran modal luar negeri.

1.2. Permasalahan
Pokok permasalahan dalam tulisan ini adalah apa yang mendorong investor asing membeli aset-aset finansial Indonesia? Bagaimana dampak imbal hasil, nilai tukar, tekanan pasar keuangan global serta kebijakan fiskal terhadap aliran modal ke Surat Berharga Negara (SBN)?
1.3.Tujuan
Tulisan ini bertujuan untuk memaparkan dan menerangkan bagaimana dampak imbal hasil, nilai tukar, tekanan pasar keuangan global serta kebijakan fiskal terhadap aliran modal ke Surat Berharga Negara (SBN).
1.4. Metodologi
Tulisan ini menggunakan pendekatan analisis kuantitatif yaitu model regresi runtut waktu (time series) dengan sumber datanya adalah data sekunder yang diperoleh melalui berbagai sumber informasi seperti Bloomberg, CEIC dan melalui dokumentasi berupa laporan yang diperoleh dari Bank Indonesia, Badan Pusat Statistik, dan Asia Development Bank (ADB).
II. LANDASAN TEORI
2.1 Aliran Modal Non Residen
Atoyan et.al. (2012) menyebut tiga faktor yang mempengaruhi aliran modal ke negara berkembang  (emerging countries) yaitu faktor pendorong (push factors), faktor penarik (pull factors) dan faktor kebijakan makroekonomi (macroeconomic policy factors). Faktor pendorong antara lain suku bunga yang rendah di negara-negara maju yang mendorong aliran modal ke negara-negara berkembang. Faktor penarik antara lain imbal hasil yang tinggi di negara-negara berkembang yang menarik aliran modal ke negara berkembang.  Sementara itu, kebijakan makroekonomi dapat berfungsi sebagai faktor penarik sekaligus faktor pengerem (brake factors) aliran modal ke negara berkembang, antara lain kebijakan fiskal, moneter, nilai tukar, serta sektor keuangan. Berdasarkan penelitian yang dilakukan oleh Atoyan et.al. (2012) pada 19 negara Eropa yang sedang berkembang (emerging Europe) untuk periode 2000-2007 bahwa defisit fiskal yang lebih rendah berhubungan dengan aliran modal non residen yang lebih tinggi.
Penelitian yang dilakukan oleh Cerutti et. al. (2015) terhadap34 negara berkembang di Amerika Latin, Asia, dan Eropa untuk periode 2001Q2-2013Q4 menunjukkan bawah faktor yang mendorong peningkatan aliran modal masuk ke negara berkembang adalah perlambatan pertumbuhan ekonomi di negara maju, berkurangnya ketidakpastian di pasar keuangan global, penurunan nilai tukar efektif riil dolar AS, rendahnya imbal hasil di negara maju, dan rendahnya ekspektasi suku bunga kebijakan di negara maju. Kemudian faktor yang menarik aliran modal masuk ke negara berkembang adalah kenaikan harga komoditas, pertumbuhan ekonomi di negara berkembang, dan tingginya imbal hasil di negara berkembang.
Kim et. al. (2013) melakukan penelitian di Korea selama 1980-2010 tentang aliran modal internasional ke Korea dimana faktor penarik aliran modal yang secara signifikan dan positif mempengaruhi aliran modal portofolio adalah suku bunga riil, indeks harga saham dan volatilitas nilai tukar. Dampak positif volatilitas nilai tukar ini dikaitkan dengan potensi untuk memperoleh keuntungan di pasar modal melalui pergerakan nilai tukar. Sementara itu, faktor pendorongnya adalah tingkat pertumbuhan riil PDB dunia yang berdampak positif dan signifikan sedangkan suku bunga riil dunia (degan proksi suku bunga Amerika Serikat) berdampak negatif dan signifikan.
Menurut Hendar (2012) investor asing masuk ke Indonesia karena investasi di pasar modal Indonesia memberikan imbal hasil (yield) yang menarik dan mereka pada umumnya menanamkannya pada instrumen saham dan obligasi pemerintah. Hal ini tidak mengherankan karena obligasi pemerintah Indonesia menawarkan imbal hasil tertinggi di antara negara-negara emerging market Asia (ADB, 2014). Selain itu, menurut Gadanecz at al. (2014) apresiasi nilai tukar negara-negara emerging market terhadap dolar AS telah menarik investor dunia untuk berinvestasi di obligasi berdenominasi mata uang lokal negara-negara tersebut seperti yang terjadi antara tahun 2010 dan awal tahun 2013.  Kemudian, karena sifat aliran modal portofolio yang bergejolak (volatile) dan sangat dipengaruhi oleh kondisi pasar keuangan global, tekanan keuangan (financial stress) yang terjadi di pasar keuangan global dapat mendorong terjadinya aliran modal keluar dari negara-negara emerging market (Balakrishnan at al. 2009).

2.2 Uncovered Interest Parity
Menurut Frankel (1988 & 1992) ada empat definisi mobilitas modal sempurna yaitu (i) Kondisi Feldstein-Horioka: perubahan eksogen pada tingkat tabungan nasional dapat dengan mudah didanai dari pinjaman luar negeri sehingga tidak berpengaruh pada tingkat investasi, (ii) Paritas suku bunga riil (real interest parity): aliran modal internasional menyamakan suku bunga riil antar negara, (iii) paritas suku bunga tidak terlindungi (uncovered interest parity): aliran modal menyamakan ekspektasi tingkat pengembalian pada obligasi negara-negara, terlepas dari paparan risiko nilai tukar, (iv) paritas suku bunga terlindungi (covered interest parity): aliran modal menyamakan suku bunga antar negara jika dikontrakkan pada mata uang bersama.
Menurut Carbaugh (2008) investor membuat keputusan keuangannya dengan membandingkan tingkat pengembalian investasi di dalam negeri dengan tingkat pengembalian investasi di luar negeri. Jika tingkat pengembalian investasi di luar negeri lebih besar dibandingkan di dalam negeri, investor akan memindahkan dananya ke instrumen investasi di luar negeri (interest arbitrage). Yang harus diperhatikan adalah bahwa ketika hasil investasi yang diperoleh di luar negeri dikonversikan ke mata uang domestik, nilainya mungkin saja turun karena adanya perubahan pada nilai tukar. Untuk mengatasi risiko nilai tukar ini, investor dapat menutupinya (cover) di pasar forward. Uncovered interest arbitrage adalah kondisi dimana investor tidak dapat memperoleh instrumen untuk mengatasi risiko nilai tukar. Pada kondisi ini, misalnya, imbal hasil ekstra investor asing Amerika Serikat (AS) yang menginvestasikan dananya di Indonesia adalah selisih imbal hasil di Indonesia dan AS yang disesuaikan dengan perubahan nilai tukar rupiah, sebagai berikut:
Imbal Hasil Ekstra = (Imbal Hasil Indonesia – Imbal Hasil AS) - % Depresiasi rupiah terhadap US$
atau
Imbal Hasil Ekstra = (Imbal Hasil Indonesia – Imbal Hasil AS) + % Apresiasi rupiah terhadap US$

Menurut Hadiwibowo (2011) hipotesa uncovered interest parity (UIP) adalah hubungan antara suku bunga domestik (idt), suku bunga luar negeri (ift) dan ekpektasi depresiasi nilai tukar (st+1/st):
.........................................................................(1)

Jika persamaan (1) di-logaritma-kan maka menjadi:
............................................................................(2)
dimana lrd adalah imbal hasil domestik, lrf adalah imbal hasil luar negeri dan lfx adalah ekspektasi depresiasi nilai tukar.
Persamaan (2) disusun ulang menjadi:
..................................................................................(3)
atau
............................................................................(4)
Menurut Leon dan Vega (2013), pada teori UIP, aliran modal (capital flows) akan cenderung sama dengan ekspektasi tingkat pengembalian dengan mempertimbangkan biaya kesempatan (opportunity cost) memegang aset yang sejenis dalam mata uang yang berbeda. Berdasarkan persamaan (3) selisih suku bunga (interest rate differential) antara dua aset yang sejenis pada negara yang berbeda harus sama dengan ekspektasi perubahan nilai tukar. Kemudian, jika kondisi paritas berlaku maka persamaan (4) akan sama dengan nol. Akan tetapi jika persamaan (4) tidak nol maka ada peluang untuk memperoleh imbal hasil ekstra (arbitrage). Selanjutnya persamaan (4) disebut persamaan UIP yang akan digunakan sebagai variabel yang menentukan arah aliran modal internasional ke/dari Indonesia. Jika UIP Indonesia positif maka modal internasional akan mengalir masuk ke Indonesia (capital inflow) dan sebaliknya jika UIP Indonesia sama dengan atau lebih rendah dari nol maka modal internasional akan mengalir ke luar dari Indonesia (capital outflow).

2.3 Non-Deliverable Forwards (NDF)
Menurut Ma at. al. (2004), non-deliverable forwards (NDF) adalah produk derivatif nilai tukar yang diperdagangkan di  luar bursa atau over the counter yang bertujuan untuk alat lindung nilai (hedging) bagi investor asing atas risiko mata uang lokal. NDF juga merupakan instrumen spekulatif bagi investor asing untuk mengambil posisi mata uang lokal di luar negeri (offshore). Pada saat penyelesain kontrak, tidak ada penyerahan mata uang yang mendasari kontrak NDF tersebut melainkan melalui pembayaran neto dalam bentuk konversi ke dolar AS senilai selisih nilai tukar yang disetujui beberapa bulan sebelumnya dengan nilai tukar aktual spot pada saat jatuh tempo.
Pasar NDF global cukup besar. Menurut McCauley at. al.  (2014), perputaran NDF global per April 2013 mencapai US$127 miliar per hari. Perdagangan NDF mencerminkan 72% perdagangan berjangka mata uang dunia dan 87% perdagangan mata uang berjangka yang dilakukan di luar batas jurisdiksi mata uang (offshore). Ada tiga kondisi dimana pasar NDF akan terus tumbuh lebih cepat dibandingkan pasar valuta asing jika 1) otoritas mencoba mengisolir sistem finansial domestik dari perkembangan pasar global, 2) pasar valuta asing berjangka domestik tidak berkembang atau 3) investor asing tidak memiliki akses penuh ke pasar valuta asing berjangka domestik (McCauley at. al. 2014)

2.4 Credit Default Swap (CDS)
Menurut IMF (2013) Credit default swap (CDS) adalah alat untuk mengelola risiko kredit dan premi yang dibayarkan untuk proteksi yang ditawarkan CDS pada umumnya digunakan sebagai indikator pasar dari risiko kredit. Longstaff at. al.  (2005) juga menggunakan premi CDS sebagai alat untuk mengukur komponen gagal bayar (default) dari spread korporasi. Menurut Ika (2014) CDS adalah instrumen derivatif yang mengalihkan risiko kredit atas instrumen utang ke pihak ketiga, dengan harga tertentu/biaya asuransi (CDS spread). Ada tiga indikasi yang dapat disimpulkan dari angka CDS yang tinggi yaitu 1) risiko gagal bayar (default risk) yang semakin besar dari lembaga keuangan penerbit instrumen utang, 2) likuiditas perbankan yang semakin langka, dan 3) perbankan yang mengalami tekanan (under stress) semakin meningkat (Ika, 2014). Menurut Aizenman at. al. (2014) kenaikan angka CDS mencerminkan ketidakpastian dan risiko yang lebih tinggi pada pasar obligasi luar negeri (sovereign bond markets).
Menurut Hart dan Zingales (2011) CDS atas suatu utang adalah klaim asuransi yang memberikan ganti rugi jika lembaga keuangan yang menerbitkan surat utang mengalami kegagalan dan kreditur tidak dibayar penuh. Pasar CDS dapat digunakan sebagai indikator utama (leading indicator) tekanan keuangan (financial stress). CDS adalah indikator risiko bahwa lembaga keuangan akan mengalami kegagalan sehingga CDS dapat digunakan sebagai sistem peringatan dini (early warning system) yaitu jika CDS melewati batas tertentu (threshold) maka lembaga keuangan sedang mengalami masalah. Adapun CDS threshold yang digunakan Hart dan Zingales (2011) adalah harga rata-rata CDS selama bulan sebelumnya yang melebihi 100 basis poin.

III. METODOLOGI
3.1 Alat Analisis
Berdasarkan teori uncovered interest arbitrage atau uncovered interest parity (UIP), model persamaan aliran modal internasional ke SBN dapat disusun dengan menambah variabel lain yang mempengaruhinya sebagai berikut:
..................(5)
Dimana UIP103 dibentuk dari persamaan berikut ini
.......................................................................................................................(6)
dimana
IND10Y adalah yield obligasi pemerintah RI tenor 10 tahun sebagai proksi imbal hasil domestik, US10Y adalah yield obligasi pemerintah AS tenor 10 tahun sebagai proksi imbal hasil internasional dan NDF adalah non-deliverable forwards rupiah tiga bulan di pasar keuangan Singapura sebagai proksi ekspektasi depresiasi rupiah terhadap dolar AS.
DCDS210 adalah variabel dummy untuk menangkap dampak tekanan/gejolak pasar keuangan yang bersumber dari pergerakan indeks yang mencerminkan gejolak (volatility) pasar keuangan global dengan proksi yang digunakan adalah variabel CDS Indonesia 10 tahun. Variabel DFISCAL ditambahkan untuk melihat dampak kebijakan fiskal terhadap aliran modal internasional. Sementara itu, variabel kelambanan (lag) dari aliran modal internasional (lagged dependent variable) ditambahkan dengan tujuan untuk melihat dampak aliran modal internasional periode sebelumnya sehingga model menjadi dinamis dengan syarat parameter/koefisien variabel kelambanan (β4) tersebut harus lebih kecil dari 1 dan lebih besar dari/sama dengan 0 atau 0 ≤ β4 < 1 (Vogelvang, 2005).
3.2 Penentuan Threshold CDS
Penentuan threshold CDS yang dapat menangkap adanya tekanan pada pasar keuangan sehingga dapat mendorong adanya aliran modal keluar dilakukan sebagai berikut:
1. Sebagai acuan awal menggunakan CDS threshold yang digunakan Hart dan Zingales (2011) sebesar 100 basis poin. Jika menggunakan angka ini maka akan diperoleh episode tekanan keuangan yang relatif banyak sehingga penulis menilai angka ini terlalu rendah.
2. Acuan berikutnya adalah Himansyah (2009) yang menggunakan angka threshold sebesar rata-rata ditambah dengan satu setengah sampai dengan tiga standar deviasi. Berdasarkan data CDS Februari 2005 s.d. Desember 2014 diperoleh angka rata-rata CDS sebesar 269 dan standar deviasi CDS sebesar 110. Jika ingin menggunakan angka threshold sebesar rata-rata ditambah satu setengah standar deviasi maka diperoleh angka threshold sebesar 434. Jika angka threshold ini yang digunakan maka hanya satu kejadian tekanan keuangan yang tertangkap yaitu krisis keuangan global (September 2008 s.d. April 2009). Episode penting tekanan keuangan yang lainnya seperti awal krisis kredit perumahan (subprime mortgage) di AS yang tanda-tandanya sudah terlihat pada tahun 2007 dan krisis utang Eropa (September 2011) serta kepanikan investor terhadap rencana the Fed untuk menarik kebijakan quantative easing (Fed tapering) pada Juni 2013 dan Desember 2014 tidak tertangkap oleh angka threshold ini.
3. Penentuan threshold dilakukan berdasarkan observasi terhadap data bulanan CDS dan aliran modal internasional ke SBN sehingga diperoleh angka threshold sebesar 210 (Grafik 5). Angka threshold ini ternyata dapat menangkap semua peristiwa penting yang mempengaruhi keputusan investor seperti tanda awal krisis kredit perumahan (subprime mortgage) di AS (2007), krisis keuangan global (2008-2009), krisis utang Eropa (2011-2012) dan Fed tapering (2013 dan 2014).
Sumber: Bloomberg
Grafik 5 Perkembangan CDS Indonesia 10 tahun dan Aliran Modal Asing SBN
Threshold CDS yang telah ditentukan sebesar 210 ini kemudian dikonversi menjadi indikator biner (binary) satu (1) untuk adanya tekanan keuangan dan nol (0) untuk tidak adanya tekanan keuangan sehingga indikator tekanan keuangan dinyatakan sebagai variabel dummy berikut ini:

3.3 Data
Data yang digunakan dalam tulisan ini adalah data sekunder bulanan untuk periode Januari 2003 s.d. Desember 2014 yang meliputi:
1.         GFLOWUSD = Variabel aliran modal masuk internasional (capitalflow) menggunakan data aliran bersih (net flow) Surat Berharga Negara(SBN), bulanan, dalam miliar dolar AS, karena aliran modal internasional ke SBN menempati porsi yang besar dibandingkan instrumen keuangan yang lain seperti saham atau SBI.
2.         UIP103 = Variabel Uncovered Interest Parity (UIP) hasil dari persamaan (6) yang merupakan selisih antara yield SBN tenor 10Y dan yield US T-Bond 10Y, dengan ekspektasi persentase perubahan (apresiasi/depresiasi) nilai tukar rupiah terhadap dolar AS (dengan menggunakan kurs referensi non-deliverable forward/NDF, 3 bulan). Hal ini sebagai konsekuensi digunakannya data obligasi pemerintah maka selisih suku bunga yang digunakan adalah selisih antara yield obligasi pemerintah Indonesia dan AS yang bertenor 10 tahun.
3.         DCDS210 = Variabel dummy untuk menangkap dampak tekanan/gejolak pasar keuangan yang bersumber dari pergerakan indeks yang mencerminkan gejolak (volatility) pasar keuangan global yaitu CDS Indonesia 10 tahun dengan threshold 210 (di atas 210 menunjukkan adanya tekanan/krisis). Threshold ini juga dapat menangkap tekanan pada saat pengumunan rencana Fed Tapering. Variabel DCDS210 bernilai 1 jika CDS di atas 210 dan sebaliknya bernilai 0 jika CDS di bawah 210.
4.         DFISCAL = Variabel kebijakan fiskal yang merupakan data realisasi saldo surplus/defisit anggaran bulanan pada APBN (Rp triliun) yang bersumber dari Buku Merah Kementerian Keuangan tentang Realisasi APBN.

3.4 Uji Akar Unit
Sebagian besar data ekonomi bersifat tidak stasioner atau mengandung unsur tren sehingga model ekonometrik yang menggunakan data runtut waktu (time series) berisiko menghasilkan regresi yang bersifat lancung (spurious) atau regresi yang tidak bermakna ekonomi. Untuk menghindarinya maka perlu dilakukan pengujian akar unit (unit root test) untuk mengetahui apakah data runtut waktu tersebut stasioner atau tidak stasioner (mengandung akar unit). Uji akar unit yang digunakan pada tulisan ini adalah uji Augmented Dickey-Fuller (ADF) dimana jika nilai statistik ADF lebih kecil (lebih negatif) dibandingkan dengan nilai kritis maka hipotesis nil (null hypothesis) bahwa variabel tidak stasioner ditolak (Harris dan Sollis, 2003).

IV. HASIL DAN ANALISIS
4.1 Uji Akar Unit
Tabel 2 menunjukkan hasil uji akar unit yang menunjukkan bahwa nilai statistik ADF variabel-variabel GLOWUSD, UIP103 dan DFISCAL lebih kecil dibandingkan dengan nilai kritisnya sehingga dapat kita katakan bahwa variabel-variabel dimaksud adalah stasioner pada tingkat signifikansi sebesar 1% tanpa perlu dilakukan diferensi pertama (first differenced) untuk membuatnya stasioner sehingga dapat dilakukan regresi pada tingkat level.
Tabel 2 Uji Akar Unit Augmented Dicky Fuller (ADF) dalam Level
Intercept

Variabel

Nilai ADF
Nilai Kritis MacKinnon

Keterangan
1%
5%
10%
GFLOWUSD
-9.324923
-3.476472
-2.881685
-2.577591
Stasioner di 1%
UIP103
-4.559194
-3.478911
-2.882748
-2.578158
Stasioner di 1%
DFISCAL
-5.884039
-3.478189
-2.882433
-2.577990
Stasioner di 1%
Trend & intercept
GFLOWUSD
-9.901962
-4.023506
-3.441552
-3.145341
Stasioner di 1%
UIP103
-5.186449
-4.026942
-3.443201
-3.146309
Stasioner di 1%
DFISCAL
-5.995642
-4.025924
-3.442712
-3.146022
Stasioner di 1%
Tanpa trend & intercept
GFLOWUSD
-8.156042
-2.581233
-1.943074
-1.615231
Stasioner di 1%
UIP103
-1.606160
-2.582204
-1.943210
-1.615145
Stasioner di 1%
DFISCAL
-5.855531
-2.581827
-1.943157
-1.615178
Stasioner di 1%
Sumber: Hasil olahan EViews

4.2 Hasil dan Analisis Regresi Model
Hasil regresi dari persamaan model aliran modal nonresiden sebagai berikut:

GFLOWUSD = 0.269 + 0.065*UIP103 - 0.504*DCDS210 + 0.215*GFLOWUSD(-1) - 0.002*DFISCAL
                            (0.097)        (0.000)                 (0.001)                     (0.014)                               (0.316)
n = 119, R2 = 0.25, nilai dalam tanda kurung adalah nilai p-value
Koefisien determinasi (R2) sebesar 0.25 menunjukkan bawah 25% variasi variabel dependen (GFLOWUSD) dijelaskan oleh variasi variabel-variabel independen (UIP103, DCDS210, GFLOWUSD(-1) dan DFISCAL.  Hal ini berarti 75% variasi GFLOWUSD tidak dapat dijelaskan oleh model. Hal ini adalah wajar mengingat sangat banyak sekali faktor-faktor yang mempengaruhi variasi aliran modal internasional ke SBN yang merupakan jenis investasi portofolio yang bersifat jangka pendek (hot money) dan cenderung bergejolak (volatile). Faktor-faktor lain yang belum masuk ke dalam model yang dapat mempengaruhi aliran modal internasional ke SBN antara lain adalah saldo transaksi berjalan, inflasi, pertumbuhan ekonomi, indeks harga saham, harga komoditas, utang luar negeri, cadangan devisa, perkembangan pasar keuangan, keterbukaan ekonomi, kondisi politik. Semua faktor tersebut telah tercakup dalam variabel  εt yang merupakan error term.

4.3 Uji Autokorelasi
Uji autokorelasi dilakukan untuk mengetahui apakah terdapat korelasi antara satu residual dengan residual yang lain pada estimator ordinary least square (OLS). Jika terdapat autokorelasi maka estimator OLS tidak lagi memiliki varian yang minimum (Widarjono, 2005). Berdasar uji Breusch-Godfrey Serial Correlation LM Test (lihat Lampiran) nilai Chi square hitung (Obs*R-squared) adalah sebesar 3.043 dan nilai probabilitas Chi square adalah sebesar 0.2183. Model tidak terdapat masalah autokorelasi karena tingkat signifikansi α lebih besar dari 10% yaitu 22% sehingga kita tidak menolak hipotesis nol tidak adanya serial correlation (autokorelasi).

4.4 Uji Heteroskedastisitas (Heteroskedasticity)
Uji heteroskedastisitas dilakukan untuk mengetahui apakah varian residual adalah konstan atau homokedastisitas (homocedasticity). Jika varian residual tidak konstan (heteroskedastisitas) maka estimator OLS tidak lagi memiliki varian yang minimum (Widarjono, 2005). (Berdasar uji White (lihat Lampiran) nilai Chi square hitung sebesar 9.3379 sedangkan nilai kritis Chi squares pada α = 5% dengan df = 7 adalah 14.0671 sehingga nilai Chi square hitung  lebih kecil dibandingkan nilai kritis Chi square maka kita tidak menolak hipotesis nol adanya homokedastisitas atau dengan kata lain bahwa model tidak menderita masalah heteroskedastisitas. Kesimpulan ini juga dapat dilihat dari nilai probabilitas 0.2293 atau pada α = 22.93%  yang berarti menolak hipotesis nol.

4.5 Analisis
Variabel UIP103 berpengaruh signifikan terhadap GFLOWUSD dengan tingkat signifikansi α = 1% dan bertanda positif sesuai dengan perkiraan yaitu jika UIP positif maka modal internasional akan mengalir masuk (capital inflow) dan sebaliknya jika UIP sama dengan atau lebih rendah dari nol maka modal internasional akan mengalir ke luar (capital outflow). Ada dua kemungkinan yang dapat mendorong UIP bernilai negatif yaitu pertama, jika yield SBN tenor 10Y lebih kecil dibandingkan dengan yield US T-Bond 10Y (Tabel 4 dan 5 pada t2) dan kedua, jika ekspektasi depresiasi nilai tukar rupiah terhadap dolar AS lebih besar dibandingkan dengan selisih yield, seperti yang dapat dilihat pada Tabel 6 pada t5.

Tabel 3 Uncovered Interest Parity (UIP): Baseline
Waktu 
IND10Y
US10Y
NDF
% Dep (Apr)
UIP
t1


12443


t2
6.91
2.01
13034
4.75
0.15
t3
9.87
2.21
13723
5.29
2.37
t4
9.92
2.43
13986
1.92
5.57
t5
7.28
2.62
14221
1.68
2.98

Tabel 4 Uncovered Interest Parity (UIP): IND10Y < US10Y
 Waktu
IND10Y
US10Y
NDF
% Dep (Apr)
UIP
t1


12443


t2
2.0
2.01
13034
4.75
-4.76
t3
9.87
2.21
13723
5.29
2.37
t4
9.92
2.43
13986
1.92
5.57
t5
7.28
2.62
14221
1.68
2.98

Tabel 5 Uncovered Interest Parity (UIP): US10Y  > IND10Y
 Waktu
IND10Y
US10Y
NDF
% Dep (Apr)
UIP
t1


12443


t2
6.91
7.0
13034
4.75
-4.84
t3
9.87
2.21
13723
5.29
2.37
t4
9.92
2.43
13986
1.92
5.57
t5
7.28
2.62
14221
1.68
2.98

Tabel 6 Uncovered Interest Parity (UIP): Depresiasi > Selisih Yield
 Waktu
IND10Y
US10Y
NDF
% Dep (Apr)
UIP
t1


12443


t2
6.91
2.01
13034
4.75
0.15
t3
9.87
2.21
13723
5.29
2.37
t4
9.92
2.43
13986
1.92
5.57
t5
7.28
2.62
14728
5.31
-0.65

Ada beberapa episode di mana UIP bernilai negatif bersamaan dengan adanya aliran modal keluar yaitu Oktober 2008 (Krisis Keuangan Global), September 2011 dan Mei 2012 (Krisis Utang Eropa) serta Agustus 2013 (Fed Tapering). Pada episode tersebut nilai CDS berada di atas threshold 210 yang menunjukkan adanya tekanan/gejolak di pasar keuangan.
Variabel DCDS210 berpengaruh signifikan terhadap GFLOWUSD dengan tingkat signifikansi α = 1% dengan tanda negatif yang bermakna bahwa jika CDS berada di atas 210 maka akan terjadi aliran modal keluar (capital outflow). Nila koefisien variabel DCDS210 cukup besar dimana jika CDS melewati threshold 210 maka akan terjadi aliran modal keluar sebesar US$0.5 miliar. Hal ini dikonfirmasi dengan kejadian selama pengumuman Fed Tapering oleh Gubernur The Fed, Bernanke, yaitu pada Maret 2013 dimana CDS mengalami kenaikan dari 196 (Februari 2013) menjadi 232, pada Mei, Juni dan Agustus 2013 yang meningkat dari 193 (April 2013) menjadi masing-masing 243, 276 dan 323 serta pada Desember 2014 yang mengalami peningkatan dari 201 (November 2014) menjadi 230.  Kenaikan CDS tersebut juga diikuti perlambatan aliran modal masuk bersih (net inflow) pada Mei 2013 (Rp3,23 triliun) dibandingkan dengan April 2013 (Rp20,04 triliun). Perlambatan ini kemudian diikuti dengan aliran modal keluar bersih (net outflow) yang cukup besar pada Juni 2013 sebesar Rp40,01 triliun atau setara US$4 miliar dan pada Agustus 2013 senilai Rp7,36 triliun atau setara US$0.7 miliar  akibat dampak pengumuman rencana Fed Tapering. Aliran keluar bersih juga terjadi pada Desember 2014 sebesar Rp30,89 triliun atau setara US$2,5 miliar karena kekhawatiran investor terhadap rencana pemberlakuan kebijakan ketat The Fed.
Kemudian, variabel kelambanan (lag) GFLOWUSD, yang mencerminkan unsur dinamis model, berpengaruh signifikan dengan tingkat signifikansi α = 5% dengan tanda positif sehingga dapat meminimalkan dampak negatif dari adanya shok (shock). Parameter/koefisien GLOWUSD(-1) sebesar 0.215 telah memenuhi syarat 0 ≤ β < 1 sehingga pengaruhnya tidak akan meledak. Menurut Vogelvang (2005) kita dapat menghitung mean lag dengan rumus  sehingga diperoleh  yang berarti rata-rata waktu yang diperlukan untuk melakukan penyesuaian atas shok yang berasal dari variabel eksogen terhadap variabel GFLOWUSD adalah 0.3 bulan atau 8 hari.
Sementara itu, pengaruh variabel DFISCAL, yang merupakan proksi kebijakan fiskal, tidak signifikan namun dengan tanda negatif yang sesuai harapan. Dampak kebijakan fiskal terhadap aliran modal portofolio non residen yang tidak signifikan ini dapat disebabkan oleh kedisiplinan Pemerintah yang tetap menjaga defisit fiskal dalam kisaran yang aman di bawah 3% dari PDB sehingga investor asing melihat kebijakan fiskal tetap kredibel (sustainable). Namun demikian, tanda negatif pada koefisien DFISCAL menunjukkan bahwa kebijakan fiskal yang ekspansif (defisit fiskal) dapat mendorong berkurangnya aliran modal masuk karena kebijakan defisit fiskal dapat memberikan sinyal kepada investor bahwa kebijakan fiskal tidak kredibel (unsustainable) sehingga dapat mendorong investor asing menarik investasinya.  Sebagai kompensasi agar investor internasional tertarik untuk menanamkan modalnya pada intrumen SBN maka imbal hasil (yield) SBN harus naik. Hal ini sesuai dengan penelitian yang dilakukan oleh Baldacci dan Kumar (2010).
Sebelum penerapan kebijakan penghapusan subsidi BBM Premium dan subsidi tetap BBM Solar pada Desember 2014, Pemerintah seolah-olah tersandera dengan beban subsidi BBM yang mencapai ratusan triliun rupiah setiap tahunnya sehingga setiap ada kenaikan harga minyak dunia dan depresiasi nilai tukar rupiah terhadap dolar AS timbul kekhawatiran bahwa defisit fiskal akan membengkak mendekati 3% dari PDB yang dapat menganggu kesinambungan fiskal (fiscal sustainability) dalam melaksanakan program-program pembangunan. Reformasi kebijakan fiskal yang dilaksanakan sejak APBN-P 2015 yang meliputi sisi pendapatan, belanja dan pembiayaan diharapkan mampu mempertahankan kebijakan fiskal yang kredibel untuk mendukung program-program pembangunan.

 IV. KESIMPULAN DAN REKOMENDASI KEBIJAKAN

Beberapa hal penting yang dapat disimpulkan dari analisis di atas adalah bahwa paritas suku bunga tak terlindungi (uncovered interest rate) atau UIP dan credit default swap (CDS) berpengaruh sangat signifikan terhadap aliran modal asing yang masuk ke instrumen surat berharga negara (SBN). Yang perlu mendapat perhatian adalah unsur-unsur yang membentuk UIP yang terdiri dari selisih suku bunga domestik dan internasional serta ekspektasi nilai tukar rupiah terhadap dolar AS yang harus tetap terjaga bernilai positif agar aliran modal asing tetap masuk baik melalui kebijakan ekonomi yang kredibel maupun penyesuaian imbal hasil menurut nilai pasar. Kemudian pengaruh negatif dari gejolak pasar keuangan dengan proksi CDS  harus menjadi perhatian khusus. Kedua hal tersebut semakin menekankan pada pentingnya peran pemerintah dalam menjaga stabilitas ekonomi makro melalui kebijakan ekonominya yang kredibel sehingga dapat mempertahankan kepercayaan pasar. Sementara itu, walaupun pengaruh kebijakan fiskal dengan proksi saldo surplus/defisit APBN tidak signifikan tetap menjadi catatan penting karena tanda negatif para parameter/koefisien yang berarti kebijakan fiskal yang tidak kredibel (unsustainable) dapat mempengaruhi kepercayaan (confidence) investor untuk berinvestasi di Indonesia.
                Rekomendasi kebijakan yang dapat diberikan adalah menyadari pentingnya aliran masuk modal internasional ke SBN sebagai sumber pembiayaan APBN dalam rangka mendorong percepatan pertumbuhan ekonomi, Pemerintah harus dapat mengelolanya sedemikian rupa sehingga dapat disalurkan ke sektor-sektor yang produktif seperti pembangunan infrastruktur.  Kemudian karena dampak gejolak pasar keuangan yang cukup besar terhadap aliran modal perlu mendapat perhatian mengingat porsi kepemilikan asing dipasar SBN saat ini mencapai 37%. Hal ini mengkhawatirkan karena idealnya kepemilikan asing dalam SBN tidak melebihi 30% untuk mencegah kerentanan ekonomi apabila terjadi aliran modal keluar (capital outflow). Pemerintah harus menyiapkan strategi dan instrumen yang dapat mengelola risiko pembalikan modal (capital reversal) misalnya dengan tetap menjaga stabilitas ekonomi makro atau menekan rasio kepemilikan asing dengan mendorong investor lokal. Indonesia perlu segera memperdalam pasar keuangan (financial deepening) dengan melakukan diversifikasi produk-produk keuangan yang akan mendorong investor domestik untuk berinvestasi ke produk-produk tersebut.
Terkait dengan instrumen fiskal yang dapat digunakan untuk pengelolaan aliran modal internasional (capital flow management), ada dua instrumen yang dapat digunakan yaitu pajak atas capital inflow dan kebijakan debt equity rati (DER). Instrumen pajak atas capital inflow belum dapat diterapkan karena belum ada aturannya dalam perundang-undangan perpajakan yang berlaku. Kebijakan DER sudah ada payung hukumnya dalam perundang-undangan perpajakan yang berlaku namun demikian perlu dilakukan kajian yang mendalam.
Selain itu, ide penerapan kebijakan minimum holding period pada instrumen SBN perlu dilakukan kajian yang mendalam karena selain akan mendorong peningkatan imbal hasil (yield) juga dapat mempengaruhi kepercayaan investor asing terhadap instrumen investasi SBN yang pada akhirnya dapat mengganggu sumber pembiayaan bagi program pembangunan. Hal ini berbeda dengan instrumen SBI yang telah digunakan investor asing sebagai alat spekulasi/carry trade sehingga kebijakan minimum holding period dapat sukses diterapkan pada SBI. Oleh karena itu, instrumen SBN selain sebagi sumber pembiayaan defisit fiskal juga sebagai instrumen investasi (fundamental bukan spekulasi) sehingga tidak tepat untuk menerapkan kebijakan minimum holding period.
Yang perlu mendapat perhatian saat ini adalah antisipasi naiknya suku bunga Amerika Serikat dengan konsekuensi premium risiko Indonesia akan meningkat dan nilai tukar rupiah akan melemah sehingga ada risiko menghambat pertumbuhan ekonomi nasional yang bersumber dari ketidakpastian pasar keuangan dunia. Namun demikian, ketahanan Indonesia terhadap gejolak pasar keuangan semakin membaik melakui kebijakan ekonomi yang kredibel  dan juga penyesuaian imbal hasil obligasi menurut nilai pasar,

DAFTAR ACUAN
Abimanyu, Anggito (2011), Refleksi dan Gagasan Kebijakan Fiskal, PT Gramedia Pustaka Utama: Jakarta
Aizenman, Joshua, Mahir Binici, dan Michael M. Hutchison (2015), The Transmission of Federal Reserve Tapering News to Emerging Financial Markets, NBER Working Paper No. 19980, National Bureau of Economic Research: Cambridge.
Asian Development Bank (ADB) (2014), Asia Bond Monitor – November 2014, Mandaluyong City, Philippines: Asian Development Bank.
Atoyan, Ruben, Albert Jaeger dan Dustin Smith (2012), The Pre-Crisis Capital Flow Surge to Emerging Europe: Did Countercyclical Fiscal Policy Make a Difference? IMF Working Waper WP/12/222, International Monetary Fund: Washington.
Baldacci, Emanuele dan Monmohan S. Kumar (2010), Fiscal Deficits, Public Debt, and Sovereign Bond Yields, IMF Working Paper WP/10/184, International Monetary Fund: Washington.
Balakrishnan, Ravi, Stephan Danninger, Selim Elekdag, dan Irina Tytell (2009), The Transmission of Financial Stress from Advanced to Emerging Economies, IMF Working Paper WP/09/133, International Monetary Fund: Washington.
Carbaugh, Robert J. (2008), International Economics, 11th Edition, Thomson South-Western: Ohio.
Cerutti, Eugenio, Stijn Claessaens dan Damien Puy (2015), Push Factors and Capital Flows to Emerging Markets: Why Knowing Your Lender Matters More Than Fundamentals, IMF Working Paper WP/15/127, International Monetary Fund: Washington.
Frankel, Jeffrey (1988), International Capital Mobility and Exchange Rate Volatility, dalam International Payments Imbalances in the 1980’s, Editor N. Fielele, Federal Reserve Bank of Boston, 163-188.
Frankel, Jeffrey (1992), Measuring International Capital Mobility: A Review, The American Economic Review, Vol. 82, No. 2, 197-202.
Gadanecz, Blaise, Ken Miyajima dan Chang Shu (2014), Exchange Rate Risk and Local Currency Sovereign Bond Yields in Emerging Markets, BIS Working Papers No. 474, Bank for International Settlements: Basel.
Hadiwibowo, Yuniarto (2011), Uncovered Interest Parity and Monetary Policy Freedom in Countries with the Highest Degree of Financial Openness, International Journal of Economics and Finance, Vol. 3, No. 1, 77-83
Harris, Richard dan Robert Sollis (2003), Applied Time Series Modelling and Forecasting, John Wiley & Sons: England.
Hart, Oliver dan Luigi Zingales (2011), A New Capital Regulation for Large Financial Institutions, American Law and Economics Review, Vol. 13, No. 2, 453–490.
Hendar (2012), Fiscal Policy, Public Debt Management and Government Bond Markets in Indonesia, BIS Papers No. 67, 199-203.
Ika, Syahrir (2014), Subprime Mortgage Crisis, Mengguncang Ekonomi Dunia Cara Indonesia untuk Bertahan, Nagamedia: Jakarta.
Imansyah, Muhammad Handry (2009), Krisis Keuangan di Indonesia: Dapatkah Diramalkan? PT Elex Media Komputindo: Jakarta.
International Monetary Fund (IMF) (2013) Chapter 2: A New Look at the Role of Sovereign Credit Default Swap, dalam Global Financial Stability Report April 2013, 57-92
Kim, Soyoung, Sunghyun Kim dan Yoonseok Choi (2013), Determinants of Internasional Capital Flows in Korea: Push vs. Pull Factors, Korean and the World Economy, Vol. 14, No. 3, 447-474.
Leon, Jorge dan Melissa Vega (2013), What is Driving the Capital Inflows to Costa Rica? Risk Premium and Interest Rate Differentials, Munich Personal RePEc Archive (MPRA) Paper No. 592515.
Longstaff, Francis A.,  Sanjay Mithal dan Eric Neis (2005), Source Corporate Yield Spreads: Default Risk or Liquidity? New Evidence from the Credit Default Swap Market, The Journal of Finance,Vol. 60, No. 5, 2213-2253.
Ma, Guonan, Corrinne Ho dan Robert McCauley (2004), The Markets for Non-Deliverable Forwards in Asian Currencies, BIS Quarterly Review, Juni, 81-94.
McCauley, Robert, Chang Shu dan Guonan Ma (2014), Non-Deliverable Forwards: 2013 and Beyond, BIS Quarterly Review, Maret, 75-88.
Vogelvang, Ben (2005), Econometrics: Theory and Applications with EViews, Pearson Education Limited: Harlow, England.
Widarjono, Agus (2005), Ekonometrika: Teori dan Aplikasi untuk Ekonomi dan Bisnis, Ekonisia: Yogyakarta.
LAMPIRAN
Hasil Regresi:
Dependent Variable: GFLOWUSD


Method: Least Squares


Sample (adjusted): 2005M02 2014M12

Included observations: 119 after adjustments











Variable
Coefficient
Std. Error
t-Statistic
Prob.  










C
0.269078
0.160825
1.673106
0.0970
UIP103
0.065119
0.015221
4.278159
0.0000
DCDS210
-0.504148
0.143841
-3.504897
0.0007
GFLOWUSD(-1)
0.214947
0.086499
2.484969
0.0144
DFISCAL
-0.001965
0.001952
-1.006478
0.3163










R-squared
0.245300
    Mean dependent var
0.374706
Adjusted R-squared
0.218819
    S.D. dependent var
0.797498
S.E. of regression
0.704864
    Akaike info criterion
2.179485
Sum squared resid
56.63899
    Schwarz criterion
2.296255
Log likelihood
-124.6794
    F-statistic
9.263354
Durbin-Watson stat
1.858404
    Prob(F-statistic)
0.000002










Sumber: Hasil olahan EViews

Hasil uji Autokorelasi (Serial Correlation):
Breusch-Godfrey Serial Correlation LM Test:











F-statistic
1.469586
    Probability
0.234422
Obs*R-squared
3.043014
    Probability
0.218383















Test Equation:


Dependent Variable: RESID


Method: Least Squares


Presample missing value lagged residuals set to zero.










Variable
Coefficient
Std. Error
t-Statistic
Prob.  










C
0.101238
0.181880
0.556619
0.5789
UIP103
0.002601
0.015249
0.170564
0.8649
DCDS210
-0.059253
0.149796
-0.395560
0.6932
GFLOWUSD(-1)
-0.199454
0.180070
-1.107645
0.2704
DFISCAL
0.000562
0.001973
0.284705
0.7764
RESID(-1)
0.228956
0.201819
1.134463
0.2590
RESID(-2)
0.154554
0.103364
1.495242
0.1377










R-squared
0.025572
    Mean dependent var
-5.22E-17
Adjusted R-squared
-0.026630
    S.D. dependent var
0.692814
S.E. of regression
0.701978
    Akaike info criterion
2.187194
Sum squared resid
55.19065
    Schwarz criterion
2.350672
Log likelihood
-123.1381
    F-statistic
0.489862
Durbin-Watson stat
1.999130
    Prob(F-statistic)
0.814764










Sumber: Hasil olahan EViews

Hasil Uji Heteroskedastisitas (Heteroskedasticity):
White Heteroskedasticity Test:











F-statistic
1.350266
    Probability
0.233681
Obs*R-squared
9.337935
    Probability
0.229296















Test Equation:


Dependent Variable: RESID^2


Method: Least Squares


Sample: 2005M02 2014M12


Included observations: 119












Variable
Coefficient
Std. Error
t-Statistic
Prob.  










C
0.614028
0.232004
2.646628
0.0093
UIP103
-0.085561
0.032046
-2.669898
0.0087
UIP103^2
0.004218
0.001900
2.219675
0.0285
DCDS210
0.122742
0.193179
0.635379
0.5265
GFLOWUSD(-1)
0.072204
0.117081
0.616706
0.5387
GFLOWUSD(-1)^2
0.008650
0.064239
0.134646
0.8931
DFISCAL
-0.001955
0.003306
-0.591514
0.5554
DFISCAL^2
9.19E-06
2.69E-05
0.341708
0.7332










R-squared
0.078470
    Mean dependent var
0.475958
Adjusted R-squared
0.020356
    S.D. dependent var
0.942161
S.E. of regression
0.932522
    Akaike info criterion
2.763013
Sum squared resid
96.52538
    Schwarz criterion
2.949845
Log likelihood
-156.3993
    F-statistic
1.350266
Durbin-Watson stat
1.981782
    Prob(F-statistic)
0.233681










Sumber: Hasil olahan EViews

No comments: